Pengembangan
sektor manufaktur dengan platform digital menjadi penting seiring
kemajuan teknologi terkini dan berjalannnya era Industry 4.0. Apalagi,
pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi digital
terbesar di ASEAN pada tahun 2020.
“Kebijakan
industri yang tepat merupakan kunci kesuksesan bagi pembangunan ekonomi
suatu negara. Karenanya, kami fokus memformulasikan dan terus berupaya
menciptakan langkah srategis untuk menghadapi tantangan dan peluang saat
ini,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di sela agendannya
menghadiri World Economic Forum on ASEAN 2017 di Phnom Penh, Kamboja,
Jumat (12/5).
Menurut Airlangga, Kementerian Perindustrian telah melakukan beberapa kegiatan, antara lain menyelenggarakan konferensi dan simposium terkait Industry 4.0, membangun
program e-smart IKM, berkolaborasi dengan negara-negara lain untuk
menyiapkan Industry 4.0 di Indonesia, dan menyusun peta jalan untuk
mengimplementasikan Industry 4.0.
“Industry
4.0 akan mengubah bisnis tradisional ke arah digitalisasi. Ini tidak
bisa dihindari lagi, karena sudah berjalan,” ujarnya. Industry 4.0 adalah kombinasi dari beberapa inovasi penting di teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Internet of Things, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality.
Untuk
membahas lebih dalam mengenai ekonomi digital dan pelaksanaan Industry
4.0, Airlangga melakukan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan
yang turut hadir dalam WEF ASEAN 2017. Upaya ini sekaligus menguatkan
konektivitas antara negara-negara di Asia Tenggara.
Misalnya, diskusi dengan Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura Janil Puthucheary, terkait
rencana pengembangan platform digital bagi indutri kecil dan menengah
serta penguatan infrastruktur teknologi modern bagi industri di kedua
negara.
Selanjutnya, pertemuan dengan Vice President and the Head of Shire South East Asia,
Linda Seah, yang membahas mengenai rencana ekspansi bisnis dari
perusahaan farmasi asal Inggris ini termasuk akan mengembangkan pusat
inovasi di Indonesia.
“Kami juga melakukan meeting dengan Zafrul Hashim selaku Regional Vice President GRAB untuk membicarakan program
Business Process Outsourcing dan program Social Impact untuk penguatan
Santripreneur bagi pondok pesantren di Indonesia,” tuturnya.
Selain
itu, Menperin Airlangga menyempatkan bertemu dengan US ASEAN Business
Council, membahas mengenai investasi yang akan dilakukan oleh pelaku
industri Amerika Serikat di Indonesia. Kemudian, diskusi dengan CEO HSBC
Indonesia Sumit Dutta terkait pengembangan kawasan industri baru dan
mendorong pertumbuhan industri nasional yang diprioritaskan oleh
Kemenperin.
“Ketika menerima dari PTT Global Chemical,
kami membahas mengenai peluang-peluang investasi baru di sektor
industri petrokimia dan pupuk. Sementara tu, pertemuan dengan pihak
Mastercard, kami membahas mengenai digital platform untuk e-payment dan
e-money yang dapat dimanfaatkan oleh IKM di Indonesia untuk kemajuan
usahanya,” ungkap Airlangga.
WEF
ASEAN 2017 berlangsung pada tanggal 10-12 Mei 2017, diikuti sebanyak
700 peserta dari kalangan pebisnis, pemerintahan, perguruan tinggi, LSM,
lembaga kesehatan, dan media. Dari sektor pemerintahan, selain Perdana
Menteri Kamboja Hun Sen, beberapa kepala negara atau pemerintahan lain
dijadwalkan hadir, yakni Presiden Filipina Rodrigo Duterte, PM Laos
Thongloun Sisoulith, dan PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc. Indonesia diwakili
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong.
Mengangkat tema Youth, Technology and Growth,
WEF ASEAN 2017 menyoroti jumlah penduduk muda (di bawah 30 tahun) di
ASEAN yang melebihi 50 persen dari total populasi ASEAN sebanyak 630
juta jiwa. Selain itu, forum ekonomi ini
juga menaruh perhatian besar pada isu-isu kesehatan, pendidikan, masa
depan lingkungan dan sumber daya alam, ketersediaan pangan, investasi,
ekonomi digital, serta infrastruktur.