Kamis, 31 Agustus 2017

PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA

Pemerintah ingin terus mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang efisien. Oleh sebab itu, hari ini, Kamis (31/8), Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengumumkan kebijakan ekonomi tentang Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha di Gedung Bursa Efek Indonesia yang terletak di kawasan SCBD, Jakarta.
 
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
 
Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin mempercepat proses penerbitan perizinan berusaha sesuai dengan standar pelayanan, memberikan kepastian waktu dan biaya dalam peroses perizinan dan meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda). “Selain itu, kebijakan ini bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi (single submission),” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, yang menjelaskan lebih detil tentang kebijakan ini.
 
Tujuan yang ingin dicapai ini dilatarbelakangi kondisi pelayanan saat ini yang belum optimal. Misalnya saja, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, sekuensial (berurutan), belum seluruhnya menggunakan teknologi informasi (online), waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai “pemberi izin” dan belum “melayani”.
 
Di samping itu, beberapa indikator juga menunjukkan bahwa kinerja realisasi investasi, meski tumbuh tetapi masih di bawah target yang ditetapkan, antara lain: 
 
(1) investasi dunia ke Indonesia masih rendah (1,97%) dengan rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar USD 1.417,58 Milyar; (2) capaian target rasio investasi sebesar 32,7% (2012-2016), di bawah terget RPJMN sebesar 38,9% pada tahun 2019; (3) realisasi investasi masih rendah dibandingkan dengan pengajuan/komitmen investasi untuk PMA 27,5% dan PMDN 31,8% (2010-2016); (4) belum seimbangnya wilayah investasi di mana investasi di Jawa di atas 50% dibandingkan dengan Luar Jawa. 
 
Oleh sebab itu, kendati Indonesia sudah masuk sebagai negara layak investasi, namun realisasi dan kecepatan untuk mulai berusaha belum seperti yang diharapkan. 
 
Untuk itulah, pemerintah berupaya untuk melakukan percepatan pelaksanaan berusaha yang akan ditetapkan dalam bentuk Perpres dan realisasinya akan dilakukan dalam 2 tahap. 
 
Tahap Pertama dengan output (keluaran): 
1) Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) untuk pengawalan dan penyelesaian hambatan perizinan dalam pelaksanaan berusaha (end to end):
a) Satgas terdiri dari Satgas Nasional dan Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota.
b) Satgas Nasional mengkoordinasikan Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota dan memastikan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melakukan peningkatan pelayanan seluruh perizinan yang menjadi kewenangannya (end to end). Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas Nasional membentuk klinik penyelesaian hambatan, di antaranya yaitu Klinik Tata Ruang dan Kehutanan, Klinik Pertanahan, dan Klinik Ketenagakerjaan.
c) Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota melakukan penyelesaian perzinan yang menjadi kewenangannya serta menyediakan layanan pengaduan (help desk).
d) Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota terdiri dari Satgas Leading Sector (utama) dan Satgas Supporting (pendukung). 
e) Satgas Leading Sector bertanggungjawab untuk melakukan pengawalan, pemantauan, dan penyelesaian hambatan atas perizinan berusaha disektornya (end to end) dan melakukan peningkatan pelayanan seluruh perizinan berusaha disektornya (end to end). Satgas Leading Sector pada kementerian/lembaga antara lain berada pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan.
f) Satgas Supporting memberikan dukungan untuk perizinan berusaha pada leading sector. Satgas Supporting pada kementerian/lembaga antara lain Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 
g) Satgas Supporting pada kementerian/lembaga dapat pula berfungsi sebagai Satgas Leading Sector dalam bidang tertentu. Satgas pada provinsi atau kabupaten/kota dapat menjadi Satgas Leading Sector dalam hal perizinan berusaha sepenuhnya menjadi kewenangan gubernur atau bupati/walikota.
h) Setiap Satgas wajib menyampaikan laporan secara berkala. Satgas Leading Sector maupun Satgas Supporting menyampaikan laporannya kepada Satgas Nasional. Satgas Nasional menyampaikan laporannya kepada Presiden.
 
2) Penerapan perizinan checklist pada KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata:
a) PTSP pada KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata menyediakan checklist berupa daftar seluruh perizinan yang harus diselesaikan oleh pelaku usaha dalam waktu tertentu.
b) Setelah pelaku usaha memperoleh pendaftaran penanaman modal (Indicative Investment Certificate), pelaku usaha memilih kawasan untuk tempat berusaha. PTSP kemudian memberikan kepada pelaku usaha, berupa: akta pendirian dan pengesahan badan usaha, NPWP, Tanda Daftar Perusahaan, Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), Angka Pengenal Impor (API), dan Akses Kepabeanan.
c) Selanjutnya pelaku usaha menandatangani checklist sebagaimana dimaksud pada huruf a dan checklist tersebut merupakan perizinan sementara yang mencakup: perizinan lingkungan (UKL-UPL), sertifikat tanah, rencana teknis bangunan/IMB, dan Izin Usaha. 
d) PTSP berdasarkan checklist tersebut memproses pemberian fasilitas perpajakan, fasilitas kepabeanan dan cukai, serta kemudahan untuk ketenagakerjaan, keimigrasian, dan pertanahan.
e) Setelah penandatanagan checklist yang merupakan perizinan sementara, pelaku usaha dapat melakukan pembebasan tanah dan melakukan konstruksi.
 
3) Penerapan perizinan dengan penggunaan data sharing:
a) Untuk perizinan berusaha diluar KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata yang belum menggunakan perizinan checklist, pelaksanaan kemudahan perizinan oleh PTSP dan instansi terkait lainnya dilakukan melalui penggunaan data secara bersama (data sharing). 
b) Pelaku usaha untuk mendapatkan beberapa perizinan berusaha termasuk perizinan untuk konstruksi, cukup menyampaikan 1 kali dokumen persyaratan kepada PTSP.
c) Dokumen persyaratan yang disampaikan tersebut digunakan oleh PTSP dan instansi terkait lainnya secara bersama (data sharing) untuk menyelesaikan: izin lokasi atau penetapan lokasi, izin lingkungan, izin gangguan, analisa dampak lalu lintas, persetujuan rencana teknis bangunan/IMB, perizinan sektor industri serta untuk permintaan fasilitas perpajakan, kepabeanan, cukai, dan fasilitas lainnya. 
 
4) Waktu pelaksanaan Tahap Pertama: 
a) Pembentukan dan pelaksanaan tugas Satgas dimulai sejak Peraturan Presiden ditetapkan. 
b) Satgas Nasional dan Satgas Leading Sector akan bertugas untuk Tahun 2017 dan seterusnya. 
c) Satgas Supporting hanya akan bertugas pada Tahun 2017 yang selanjutnya pelaksanaan tugas Satgas Supporting dilakukan oleh sistem Single Submission.
 
Tahap Kedua dengan output (keluaran):
1) Reformasi peraturan perizinan berusaha:
a) Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan evaluasi atas seluruh dasar hukum pelaksanaan proses perizinan berusaha yang berlaku pada saat ini termasuk untuk UMKM.
b) Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, masing-masing melakukan penyederhanaan pengaturan perizinan berusaha melalui penerbitan peraturan pengganti (baru) termasuk Perda, yang memuat secara jelas mengenai: 
• standar pelayanan perizinan PTSP yang mencakup: pelaku usaha yang eligible untuk mendapatkan perizinan, persyaratan, prosedur 
dan jangka waktu penyelesaian;
• biaya penerbitan perizinan (PNBP atau Pajak Daerah/Retribusi Daerah);
• kewajiban PTSP untuk memberikan perizinan apabila semua persyaratan telah lengkap dan benar;
• Dalam hal persyaratan belum lengkap dan benar, PTSP wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan;
• pembentukan layanan pengaduan; dan
• seluruh proses perizinan yang telah disempurnakan dilaksanakan dalam bentuk penggunaan teknologi informasi (online) termasuk pemanfaatan tanda tangan digital (digital signature).
 
2) Penerapan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi (Single Submission):
a) Pelaksanaan seluruh perizinan dan pemenuhan persyaratan berusaha yang menjadi kewenangan menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib dilakukan melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi (Single Submission).
b) Seluruh perizinan dan pemenuhan persyaratan berusaha tersebut wajib diharmonisasi dan distandarisasikan sesuai standar nasional/internasional.
c) Sistem melakukan pemrosesan perizinan serta pengambilan keputusan secara tunggal (single and synchronous processing of data and iinformation).
d) Sistem melakukan proses manajemen koordinasi dan validasi sistem informasi perizinan secara elektronik antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam rangka mendapatkan legalitas akses terkait perizinan.
e) Sistem akan terintegrasi dengan berbagai sistem pelayanan yang terkait dengan Single Submission, antara lain: Nomor Induk Kependudukan (Kemendagri), pendirian badan usaha (Kemenkumham), Impor-Ekspor dalam Indonesia National Single Window (Kemenkeu), dan sistem dari kementerian/lembaga terkait lainnya.
f) Data yang disampaikan dalam sistem dijamin keamanan dan kerahasiannya melalui Single Submission.
 
3) Waktu pelaksanaan Tahap Kedua:
a) Preparasi Tahap Kedua dilakukan dalam Tahap Pertama (sampai Desember 2017) 
b) Penyelesaian reformasi peraturan beserta harmonisasinya ditargetkan selesai pada akhir November 2017.
c) Uji coba Single Submission ditargetkan pada 1 Januari 2018 dan pelaksanaannya secara bertahap dimulai setelah uji coba berhasil  dilaksanakan dan selambat-lambatnya pada Maret 2018.
d) Seluruh proses Single Submission dan PTSP dilakukan dalam 1 gedung.
 
***

Rabu, 30 Agustus 2017

Industri Minuman Ringan Tambah Kapasitas 150 Juta Botol

Industri makanan dan minuman nasional semakin menguatkan daya saingnya dalam mengisi rantai pasok untuk pasar domestik dan ekspor. Hal ini ditandai dengan penambahan kapasitas produksi industri minuman ringan yang dilakukan oleh Coca-Cola Amatil Indonesia di Medan, Sumatera Utara.

“Kami memberikan apresiasi kepada perusahaan ini sebagai pelopor dalam industri minuman ringan di Indonesia yang selama ini turut berkontribusi terhadap perekonomian nasional,”kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto ketika melakukan kunjungan kerja di pabrik baru Coca-Cola Amatil Indonesia, Medan, Sumatera Utara, Rabu (30/8).

Panggah menegaskan, industri makanan dan minuman merupakan sektor yang sangat strategis dan masih mempunyai prospek bisnis yang cukup cerah di Tanah Air, dengan ditunjukkan melalui kinerja pertumbuhannya pada semester I tahun 2017 yang mencapai 7,69 persen. ”Sedangkan, kontribusinya terhadap PDB nasional sebesar 6,06 persen,” ungkapnya.

Peran subsektor industri makanan dan minuman dalam memberikan sumbangan pada PDB industri non-migas, juga terbesar dibandingkan subsektor lainnya, yaitu mencapai 33,63 persen pada semester I tahun 2017. Di samping itu, realisasi investasi di sektor industri makanan dan minuman pada periode yang sama sebesar Rp21,6 triliun untuk PMDN dan USD1,18 miliar untuk PMA.

Dengan kinerja yang gemilang tersebut, Panggah menyampaikan, pihaknya aktif mendorong agar para pelaku industri makanan dan minuman di dalam negeri tetap berupaya untuk meningkatkan mutu, produktivitas dan efisiensi diseluruh rangkaian proses produksi. Sejalandengan langkah itu, diperlukan pula peningkatan kompetensi sumber daya manusia serta kegiatan penelitian dan pengembangan.

“Kami mengharapkan Coca-Cola Amatil Indonesia dapat berkontribusi pada program pembinaan dan pengembangan SMK berbasis kompetensi yang link and match dengan industri,” tutur Panggah. Program yang diinisiasi oleh Kemenperin ini akan kembali diluncurkan untuk wilayah Sumatera Utara pada September 2017.

Direktur Supply Chain Coca-Cola Amatil Indonesia, Gigy Philip menerangkan bahwa perusahaan terus berkomitmen untUK meningkatkan investasi hingga USD300 juta dalam tiga tahun ke depan. “Sebagai perusahaan PMA, kami telah berinvestasi di Indonesia mencapai USD445 juta pada tahun 2012-2017 dengan jumlah karyawan sebanyak 11 ribu orang,” paparnya.

Pada Maret 2017, Coca-Cola Amatil Indonesia telah meresmikan pengoperasianfasilitas produksi dan pusat distribusi perusahaan di Pandaan, Pasuruan, Jawa Timurdengan nilai investasi mencapai USD42 juta. “Upaya ini merupakan salah satu tahapan dari komitmen investasi kami yang diharapkan menjadi pemacu bagi pengembangan industri makanan dan minuman nasional,” ucapnya.

Sementara itu, untuk ekspansi yang dilakukan di Medan, Coca-Cola Amatil Indonesia menggelontorkan dana senilai USD20 juta untuk membangun lima lini produksi. Di atas lahan seluas lima hektare, fasiltas pabrik ini memiliki kapasitas produksi mencapai 150 juta botol per tahun untuk didistribusi ke seluruh wilayah di Pulau Sumatera, antara lain Aceh, Kepulauan Riau, Provinsi Riau, Sumatera Barat, dan Jambi.

Pabrik di Medan ini menyerap tenaga kerja sekitar 160 orang, di mana sebanyak 46 karyawan telah menerima sertifikasi dari Coca-Cola Amatil Indonesia - Supply Chain Technical Academy. “Kami telah memiliki delapan akademi pelatihan di tujuh departemen dengan total pelaksanaan 35 ribu pelatihan harian di setiap tahunnya,” ujar Philip.

Sejak awal beroperasi di Indonesia pada tahun 1992, Coca-Cola Amatil Indonesia telah memiliki 39 lini produksi di delapan pabrik dengan mempekerjakan sebanyak 10 ribu karyawan untuk melayani lebih dari 500 ribu pelanggan ritel baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan di Indonesia, sekitar 120 ribu di antaranya tersebar di wilayah Sumatera.

Selasa, 29 Agustus 2017

Kemenperin Perkuat Kemitraan IKM dengan Manufaktur Besar

Kementerian Perindustrian aktif memfasilitasi kemitraan antara industri kecil dan menengah (IKM) dengan manufaktur skala besar. Upaya yang dilandasi amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian ini bertujuan untuk menguatkan rantai pasok sektor industri di dalam negeri agar semakin produktif dan berdaya saing.

“Kerja sama yang dijalani dengan prinsip saling menguntungkan ini berperan signifikan dalam penguatan struktur industri nasional dan pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja, serta menghasilkan produk berorientasi ekspor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Forum Solusi Ekonomi Indonesia di Jakarta, Selasa (29/8).

Beberapa program kemitraan yang telah difasilitasi oleh Kemenperin, di antaranya IKM logam di sentra Tegal dan Ceper dengan PT. Polytron dan PT. Panasonic dalam memasok kebutuhan komponen elektronika. “Selain itu, kami juga menjembatani kerja sama antara IKM logam di sentra Tegal dengan PT. Astra Honda Motor untuk memasok komponen kendaraan bermotor,’ ujar Airlangga.

Kemitraan lainnya, yaitu antara IKM logam di Ceper dengan PT. Inka dan PT. KAI untuk menyalurkan komponen kereta api seperti rem block cast iron, brake block head, side bearer housing, journal spring upper seat, journal spring bottom seat, bottom center plate, dan upper center plate.

“Kami tengah mendorong kerja sama IKM Ceper dengan industri alat berat sehingga ke depannya dapat memasok ke pasar komponen alat berat, seperti road roller dan excavator,” tutur Airlangga.

Bahkan, guna meningkatkan penggunaan alat perkakas pertanian dalam negeri seiring masuknya produk impor, Kemenperin telah menggandeng IKM yang memproduksi cangkul untuk kerja sama dengan PT. Krakatau Steel, PT. Boma Bisma Indra, PT. Sarinah dan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku serta pendistribusiannya.

“Dalam waktu dekat, akan dilaksanakan kerja sama antara IKM dengan industri besar di sektor furniture terutama untuk memenuhi pasar ekspor,” lanjutnya. Selain itu, ditargetkan pula kemitraan antara petani tanaman obat dengan industri kosmetik dan jamu sekala besar untuk penyediaan bahan baku.

Menurut Airlangga, kerja sama yang dilakukan tersebut mendorong upaya perbaikan kualitas dan manajemen IKM sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan kriteria dari industri skala besar. Oleh karena itu, Kemenperin juga memfasilitasi pengembangan daya saing IKM dengan program pelatihan, sertifikasi dan penguatan standard produk.

Dirjen IKM Gati Wibawaningsih menyampaikan, Kemenperin telah meluncurkan program e-smart IKM yang dapat menumbuhkan kerja sama IKM dengan industri skala besar. “Program e-smart IKM adalah cara baru yang ditempuh Kemenperin dalam membantu IKM, yaitu dengan memanfaatkan pasar online untuk menjangkau area pemasaran yang lebih luas,” ungkapnya.

Gati pun menyatakan, dengan dibangunnya e-smart IKM dan diintegrasikan dengan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) melalui smart card, selain meningkatkan akses pemasaran bagi IKM, data tersebut juga dapat digunakan untuk monitoring penjualan produK serta menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan.

Penumbuhan populasi
Pada kesempatan sebelumnya, Menperin Airlangga menegaskan, pihaknya terus melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap sektor IKM dalam rangka penguatan struktur industri nasional. Untuk itu, Kemenperin mendorong penumbuhan populasi IKM sesuai dengan sektor prioritas yang juga tengah dipacu kepada industri skala besar.

“Kami melakukan fasilitasi peningkatan kemampuan terhadap 43 sentra IKM, yangmeliputi sentra IKM pangan, barang dari kayu dan furniture, sentra IKM kimia, sandang, aneka dan kerajinan, sertasentra IKM logam, mesin, elektronika dan alat angkut,” ujarnya ketika melakukan kunjungan kerja di Padang, Sumatera Barat, akhir pekan lalu.

Salah satu upaya mendukung penumbuhan unit usaha baru sektor IKM di Provinsi Sumatera Barat, Kemenperin memfasilitasi pemberian mesin dan peralatan produksi bagi IKM alat mesin pertanian (alsintan) dan sentra IKM tenun. “Diharapkan IKM alsintan di Sumatera Barat dapat berinovasi dan memasarkan produknya untuk mendukung sektor industri pengolahan pangan dan pertanian,” tuturnya.

Pada acara Wisuda SMK - Sekolah Menengah Analis Kimia (SMAK) dan Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Padang, secara simbolis Menperin menyerahkan mesin dan peralatan alsintan kepadapeserta Bimbingan Teknis Penumbuhan dan Pengembangan IKM Alsintan di Kabupaten Padang Pariaman, Payakumbuh dan Limapuluh  Kota. Selain itu, mesin dan peralatan tenun untuk sentra IKM tenun Lintau Buo Tanah Datar.

“Untuk IKM tenun di Tanah Datar yang saat ini masih menggunakan alat tenun gedogan, dengan adanya bantuan mesin peralatan ATBM Jaquard ini diharapkan lebih meningkatkan produktivitasnya,” kata Airlangga. Ke depan, sasarannya adalah produk yang dihasilkan dapat dipasarkan secara luas melalui program e-Smart IKM, e-catalog, dan lain-lain.

Di Ranah Minang, Menperin sempat mengunjungi pusat produksi kripik singkong balado Ummi Aufa Hakim. Tidak hanya mencicipi panganan atau oleh-oleh khas Padang tersebut, Airlangga melihat secara langsung proses pengolahannya termasuk ikut juga menggoreng kripik singkongnya. “Enak dan gurih kripiknya,” ungkapnya.

Dirjen IKM Gati Wibawaningsih mengatakan, kripik sanjai (singkong) Ummi Aufa Hakim termasuk dalam produk unggulan IKM pangan binaan Kemenperin. "Ini kami jadikan unggulan karena perkembangannya sangat cepat, baik dalam omzet maupun penyerapannya terhadap tenaga kerja lokal," jelasnya.

Didirikan sejak tahun 1999 oleh Lukman El Halim di Kota Payakumbuh, awalnya hanya memproduksi kripik sanjai balado dengan kapasitas 300 kg per bulan dengan dibantu lima tenaga kerja. Seiring waktu, usahanya terus berkembang dan Lukman mulai berani membuka gerai pada tahun 2005 dan 2011.

Bahkan, usahanya mendapat pembinaan melalui fasilitas perbaikan desain kemasan dan program One Village One Product (OVOP). Kemenperin juga memfasilitasi bimbingan penerapan dan sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

Saat ini, kapasitas produksinya sebesar menjadi 300 ton per bulan dengan jumlah mitranya mencapai 100 unit usaha dan menyerap lebih dari 1.000 tenaga kerja. Omzet mitranya rata-rata mencapai Rp 600 juta per bulan. Lukman juga bermitra dengan 20 petani singkong di Payakumbuh dan Padang Pariaman.

Senin, 28 Agustus 2017

Menperin: Idealnya Penyaluran KUR ke IKM Capai 30 Persen

Kementerian Perindustrian menggandeng para pemangku kepentingan untuk bersinergi memacupengembangan industri kecil dan menengah (IKM) nasional agar semakin produktif danberdaya saing global. Salah satu upaya penting yang perlu dikerjakan bersama adalah terkait denganakses kemudahan pembiayaan kepada IKM seperti kredit usaha rakyat (KUR).

Kami mendorong penyaluran KUR lebih banyak kepada sektor produksi, termasuk IKM. Memang evaluasinya tidak semudah di industri jasa. Tetapi, IKM sebagai sektor yang berbasis produksi akan memberikan penciptaan lapangan kerja lebih besar,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai membuka acara Sarasehan Sinergi Pengembangan Pembinaan IKM di Jakarta, Senin (28/8).

Meperin mengungkapkan, idealnya target peruntukan KUR pada sektor usaha produktif sebesar 30-40 persen. Hingga Juli 2017, penyaluran untuk sektor industri pengolahan termasuk IKM sebesar Rp3,3 triliun atau enam persen. Namun demikian, capaian tersebut perludiapresiasi dan terus ditingkatkan.

“Kinerja ini kami apresiasi karena peran penting dari Komite Kebijakan KUR dan bank-bank penyalur KUR yang meliputi Bank BUMN, Bank Swasta, Bank Pembangunan Daerah, serta koperasi dan perusahaan pembiayaan lainnya,” paparnya.

Menurut Airlangga, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akses pembiayaan terhadap IKM, antara lain melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan Pemodalan Nasional Madani (PNM).

Ada beberapa permodalan lain yang bisa dibantu. Silakan ke lembaga pembiayaan. Bahkan, kami juga mendorong agar IKM memanfaatkan e-commerce, karena seperti Jepang, China, dan Singapura sudah banyak mendukung pengembangan e-commerce di Indonesia,” lanjutnya. 

Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih menyampaikan, IKM saat ini berperan sebagai salah satu sektor usaha yang menjadi tulang punggung perekonomian khususnya di negara berkembang. Berdasarkan data BPS yang diolah Ditjen IKM, jumlah IKM mencapai 4,4 juta unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebanyak 10,1 juta orang pada tahun 2016.

Selain itu, IKM juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,27 persen. “Dengan kinerja tersebut, IKM memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial, dan berkontribusi pada pengembangan sektor swasta yang dinamis,” jelasnya.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Kemenperinmenargetkan penciptaan sebanyak 20 ribu wirausaha baru . “Untuk mencapai sasaran ini, kami telahmelaksanakan program pemberian fasilitas melalui pengembangan produk IKM,restrukturisasi mesin dan peralatan serta promosi dan pameran,” sebut Gati.

Kemenperin juga melakukan penguatan kelembagaan melalui pengembangan sentra IKM serta peningkatan kemampuan Unit Pelayanan Teknis (UPT). “Alokasi dana dekonsentrasi pada tahun 2018 diarahkan untuk mendukung penciptaan wirausaha baru,” lanjutnya.

Sepakat Bina Napi

Pada kesempatan yang sama, dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kemenperin dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Peningkatan Pembinaan dan Bimbingan Kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan. Komitmen ini merupakan pembaruan dari kerja sama sebelumnya yang telah disepakati sejak 24 Mei 2012.

“Nota Kesepahaman ini merupakan upaya bersama Kemenperin dan Kemenkumham untuk terus menciptakan bibit wirausaha baru melalui pembinaan kemandirian,” kata Menperin Airlangga. Warga binaan di lembaga pemasyarakatan diharapkan menjadi pelaku usaha yang kreatif sehingga siap berkompetisi dalam industri saat selesai menjalani masa pembinaan.

“Jumlah warga lapas yang dibina tergantung dari Kemenkumham. Pasalnya, saat ini banyak generasi muda yang sedang jadi warga binaan. Kalau dalam pembinaan mereka tidak ada pekerjaan, jadi kurang produktif, makanya perlu ada pelatihan,” paparnya.

Menurut Airlangga, pembinaan warga lapas sebagai wirausaha baru merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan potensi dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia sekaligus untuk terus berupaya meningkatkan perekonomian nasional.

“Dengan pembinaan sosial yang baik dan dengan penyaluran bakat melalui pembinaan dan bimbingan, wirausaha baru diharapkan dapat turut memberikan efek positif pada lingkungan sekitarnya, khususnya setelah selesai menjalani masa pembinaan,” tambahnya.

Oleh karenanya, setiap tahun Kemenperin memfasilitasi pameran hasil produksi lapas untuk semakin mempromosikan hasil karya warga binaan yang cukup kreatif dan inovatif. Apalagi saat ini didukung dengan adanya e-commerce. “Akses pasar digital bisa jadi alternatif, karena saat ini ekonomi digital tumbuh satu persen, dan diharapkan lima tahun ke depan bisa meningkat jadi 10 persen,” ucap Airlangga.

Dirjen Gati menyampakan, untuk implementasi kerja sama kedua kementerian ini, telah dilakukan beberapa kegiatan yang dapat menumbuhkan keterampilan dan keahlian bagi narapidana sekaligus meningkatkan kualitas produk-produk yang dihasilkan oleh para narapidana tersebut.

Kegiatan itu, antara lain pelatihan kewirausahaan di Lapas Wanita Kelas IIB Anak dan Wanita, Tangerang, Banten untuk dua angkatan dengan jumlah peserta 30 orang pada tahun 2012, kemudian melaksanakan in house training Wirausaha Baru Lapas untuk Pakaian Jadi dan Bordir di Lapas Kelas IIA Wanita, Palembang, Sumatera Selatan dengan jumlah peserta 15 orang tahun 2014.

Selanjutnya, penyelenggaraan bimbingan teknis dan start up untuk produk kerajinan di Lapas Kota Palu dengan jumlah peserta 20 orang tahun 2015, serta kegiatan promosi produk-produk Lapas produktif seluruh di Indonesia yang digelar di Plasa Pameran Industri, Gedung Kemenperin sejak tahun 2012.

“Dengan adanya kerja sama lanjutan tahun ini, kami berharap dapat meningkatkan kegiatan dalam penumbuhan wirausaha baru untuk warga binaan,” ungkap Gati. Menurutnya, kegiatan ini menjadi langkah nyata untuk turut meningkatkan populasi industri nasional. Upaya ini pun akan mendorong pemerataan ekonomi nasional yang membawa kesejahteraan masyarakat secara inklusif.

Jumat, 25 Agustus 2017

Jawab Permintaan PBB, Pemerintah Segera Kirim Pasukan Pemelihara Perdamaian ke Afrika Tengah

Dengan pertimbangan adanya permintaan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta komitmen Pemerintah Republik Indonesia yang disampaikan pada Leader’s Summit on Peacekeeping tanggal 28 September 2015 di New York, Amerika Serikat, dan telah mendapat dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada rapat kerja tanggal 25 Februari 2016, pada 21 Agustus 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 25 Tahun 2017 tentang Kontingen Garuda Satuan Tugas Batalyon Komposit Tentara Nasional Indonesia Pada Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB di Republik Afrika Tengah.
 
Melalui Keppres tersebut, Pemerintah membentuk Kontingen Garuda Satuan Tugas Batalyon Komposit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Pada Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB di Republik Afrika Tengah, yang selanjutnya disebut Konga Satgas Yonsit TNI MINUSCA.

Presiden memerintahkan Menteri Luar Negeri untuk berkoordinasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam rangka mendukung penyiapan, pelaksanaan, dan pengakhiran tugas Konga Satgas Yonsit TNI MINUSCA itu.

Selain itu, Presiden memerintahkan Menteri Pertahanan untuk memberikan dukungan administrasi dan pendanaan Konga Satgas Yonsit TNI MINUSCA, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia melaksanakan penyiapan, pengiriman, dan pemulangan Konga Satgas Yonsit TNI MINUSCA.

“Pendanaan yang diperlukan untuk Konga Satgas Yonsit TNI MINUSCA dibebankan pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Bagian Anggaran Kementerian Pertahanan; dan b. Perserikatan Bangsa-Bangsa,” bunyi diktum KELIMA Keppres tersebut.

Konga Satgas Yonsit TNI MINUSCA, menurut Keppres itu,  melaksanakan tugas selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai permintaan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan keputusan Pemerintah Republik Indonesia.

“Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi diktum KETUJUH Keputusan Presiden Nomor: 24 Tahun 2017 itu.

Kamis, 24 Agustus 2017

Gaikindo Dukung Percepatan Mobil Listrik

NUSA DUA - Hari ini, Kamis (24/8) Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengundang instansi-instansi terkait untuk membahas payung hukum percepatan kendaraan listrik untuk sektor transportasi. Dukungan mengalir selain dari Kementerian dan lembaga pemerintahan, kalangan industry automotive, asosiasi dan juga dari akademisi. Program percepatan kendaraan mobil listrik di sektor transportasi mendapat respon positif dari berbagai kalangan antara lain dari kalangan akademisi, dan pengusaha. Pertemuan kali ini merupakan kelanjutan dari 8 pertemuan sebelumnya dan dilakukan dalam format focus group discussion (FGD).

Program mobil listrik diharapkan akan membawa manfaat bagi Indonesia seperti, pengurangan emisi dari gas buang sehingga membuat lingkungan lebih berlih, kedua membawa Indonesia menjadi lebih maju, untuk bisnis yang lebih baik, kemandirian energi, hemat devisa, karena itu menurut Menteri ESDM, Ignasius Jonan tinggal dibuat saja roadmapnya bagaimana pelaksanaannya.

"Presiden menginginkan bahwa Indonesia juga tidak tertinggal dalam penggunaan kendaraan listrik seperti yang dilakukan di banyak Negara terutama Negara-negara besar. Bapak Presiden menyarankan, apakah harus dibuat regulasi, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden," ujar Menteri ESDM dalam konferensi pers usai rapat antar instansi dan lembaga terkait pembuatan regulasi percepatan kendaraan listrik untuk sektor transportasi.

Dukungan percepatan kendaraan listrik untuk sektor trasportasi ini mendapat dukungan dari banyak pihak antara lain dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) yang dinyatakan oleh Sekretaris Umumnya, Kukuh Kumara. "Gaikindo siap untuk melaksanakan isi dari Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang akan dikeluarkan untuk percepatan kendaraan listrik untuk transportasi. "Kan Gaikindo sudah punya macam-macam produk mobil listrik tinggal masalahnya kapan mau dibawa kesini dengan harga yang terjangkau. Dan kalau mau di produksi di Indonesia jumlah itu diperhitungkan dan dari kami sendiri itu inginnya diproduksi sendiri bukan impor CBUnya,"ujar Kukuh.

Dalam pengembangan mobil listrik, kita ini lanjut Kukuh, bersaing dengan Thailand yang juga saat ini sedang mengembangkan hal yang sama, namun masih menurut Kukuh, di Indonesia volumenya lebih menjanjikan dan kita tentunya harus mendukung keinginan Bapak Presiden Republik Indonesia yang ingin menjadikan Indonesia bukan hanya sebagai Negara berbasis industry namun juga berbasis teknologi.

"Nah ini yang harus kita lakukan sinergi bersama antara pemerintah dengan pengusaha masing-masing pada bagiannya," lanjut Kukuh.

Kukuh menambahkan, harga mobil listrik saat ini masih lebih mahal dibandingkan dengan harga mobil berbahan bakar minyak yakni sekitar 20-30%. Hal ini menurut Kukuh yang harus dicari solusinya agar harganya dapat terjangkau oleh konsumen Indonesia. "Diperlukan insentif yang lebih panjang. Industry automotive itu bukan industry dadakan tetapi industry yang memerlukan komitmen jangka panjang. Kalau kita ngomong lima tahun itu baru satu model, jadi memerlukan komitmen jangka panjang yang mungkin memerlukan tax holiday selama 10 hingga 15 tahun untuk invest di Indonesia menjadi lebih menarik untuk investor," pungkas Kukuh.

Rabu, 23 Agustus 2017

RI-India Perkuat Kerja Sama Litbang di Sektor Industri Makanan

Indonesia dan India akan membangun kerja sama lebih intensif untuk pengembangan industri makanan. Komitmen ini diperkuat melalui kunjungan Menteri Industri Pengolahan Makanan India, Sadhvi Niranjan Jyotike Balai Besar Industri Agro (BBIA) Kementerian Perindustrian di Bogor, Jawa Barat.

“India merupakan mitra penting Indonesia, kami akan terus mendorong peningkatan investasi India ke Indonesia. Selain itu, kami berharap adanya kerjasama R&D untuk sektor industri makanan dan minuman,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin RI, Ngakan Timur Antara di BBIA Bogor, Rabu (23/8).

Menurut Ngakan, Indonesia dan India merupakan mitra penting yang memiliki banyak kesamaan serta dekat secara budaya, ekonomi, dan politik. Kedua negara mempunyai bonus demografi sekaligus sebagai tantangan karena Indonesia dan India memiliki populasi yang besar,” ujarnya.

Saat ini, penduduk India lebih dari 1,3 miliar jiwa dan Indonesia sebanyak 261 juta penduduk, yang tentunya memerlukan kebutuhan pangan. Karena itulah sektor makanan dan minuman menjadi potensi pasar yang besar untuk saling mengembangkan bersama-sama,” imbuh Ngakan.

Ngakan pun memastikan, kerjasama nantinya didasarkan pada pengutan ekonomi yang modern, kompetitif, dan berkualitas dengan tetap mengedepankan prinsip saling menguntungkan. Dalam upaya percepatan kerja sama ini, BPPI dan BBIA akan berkoordinasi dengan asosiasi dan pemangku kepentingan yang lain.Diharapkan akan ada nota kesepahaman yang bisa ditandatangani oleh pihak Indonesia dan India,” jelasnya.

Kepala BBIA Bogor, Umar Habson menyampaikan, pembangunan sektor industri makanan dan minumanmemerlukan inovasi yang berkelanjutan. Untuk itu, pentingnya kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). “BBIA adalah pusat riset agro industri di bawah Kemenperin dan ditetapkan sebagai Pusat Unggulan IPTEK (PUI) Nasional bidang hilirisasi produk agro oleh Kemenristekdikti pada tahun 2016,” tuturnya.

Oleh karenanya, BBIA berkomitmen untuksemakin meningkatkan kompetensi sebagai pusat riset dan penyedia jasa teknis industri seperti pengujian makanan, sertifikasi ISO dan SNI, pelatihan hingga konsultansi.“Indonesia mempunyai modal sumberdaya alam yang sangat melimpah, namun masih perlu mengejar perkembangan teknologi terkinidengan belajar dari negara lain,papar Umar.

Dengan India, lanjutnya, BBIA akan melakukan kerjasama litbang dan pengembangan produk, serta pertukaran peneliti dan kerjasama bidang lain yang diperlukan untuk peningkatan daya saing industri makanan dan minuman nasional agar lebih kompetitif ditingkat global.

Sementara itu, Menteri Sadhvi Niranjan Jyoti mengungkapkan, kunjungannya ke Indonesia khususnya ke BBIA Bogor dalam rangkamembuka peluang kerja sama bilateral di bidang litbang industri, terutama sektor makanan. Selain itu jugauntuk mempromosikan acara World Food India (WFI) 2017yang akan diselenggarakan pada November nanti di New Delhi.

“Pasar makanan dan grosir di lndia adalah terbesar keenam di dunia. Tingkatpertumbuhan tahunan sektor pengolahan makanan lndia lebih dari tujuh persen,” ungkapnya. Selain itu, industrimakanan lndia yang dipasarkan melalui online tumbuh 150 persen pada tahun 2016. Bahkan, lndia menjadi basis produksidiversifikasi terbesar di 42 Mega Food Parks.

Pertumbuhan industri makanan di India yang signifikan tersebut, juga dialami di Indonesia. Kemenperin mencatat, industri makanan dan minuman nasional mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,19 persen pada triwulan II tahun 2017. Capaian tersebut turut beperan dalam kontribusi manufaktur andalan ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas yang mencapai 34,42 persen atau tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

Sedangkan, nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa sawit pada Januari-Juni 2017 mencapai USD15,4 miliar. Kinerja ini mengalami neraca perdagangan yang positif bila dibandingkan dengan impor produk makanan dan minuman pada periode yang sama sebesar USD4,8 miliar.