Kementerian Perindustrian dan Qualcomm Incorporated berkomitmen untuk memberantas peredaran telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang masuk ke Indonesia secara ilegal sehingga dapat melindungi industri dan konsumen di dalam negeri. Langkah strategis ini diwujudkan dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua pihak mengenai proses validasi data base International Mobile Equipment Identification(IMEI).
“Kami sepakat bahwa produk resmi saja yang dapat beredar di Indonesia sehingga industri telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet di Indonesia dapat semakin maju dan kompetitif,”
kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai menyaksikan
penandatanganan MoU tersebut di Kementerian Perindustrian, Jakarta,
Kamis (10/8).
Nota Kesepahaman diteken oleh Dirjen
Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I
Gusti Putu Suryawirawan bersama Senior Director Qualcomm Technology
Licensing, Qualcomm International Ltd. Mohammed Raheel Kamal.
Menperin
menjelaskan, upaya ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 65 Tahun 2016 tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri
(TKDN) serta Peraturan Pemerintah No. 20/2017 tentang Pengendalian Impor
atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil
Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.
“Sebagai
negara berpenduduk terpadat ketiga di Asia, Indonesia tentu menjadi
target pasar bagi berbagai perangkat seluler, terlebih dengan semakin
berkembangnya jaringan 4G LTE. Namun, hal ini juga memicu masuknya
perangkat ilegal yang justru menghambat industri dalam negeri dan
merugikan konsumen,” paparnya.
Berdasarkan
laporan e-Marketer, pengguna smartphone di Indonesia akan tumbuh dari
55 juta orang pada tahun 2015 menjadi 92 juta orang tahun 2019. Sedangkan, merujuk data
Gesellschaft für Konsumforschung (GfK), pada tahun 2015 penjualan
smartphone di Indonesia mencapai 32,14 juta unit dan meningkat sebesar
2,9 persen atau menjadi 33,07 juta unit tahun 2016. Nilai penjualan
smartphone terjadi peningkatan sebesar 11,3 persen pada tahun 2016, di
mana nilai penjualan tahun 2015 sebesar Rp62 triliun menjadi Rp69
triliun tahun 2016.
Raheel mengatakan, yang dimaksud dengan produk ilegal adalah counterfeit atau
produk palsu yang desain dan merek menyerupai orisinal, seta termasuk
barang pasar gelap atau selundupan. Untuk itu, di Indonesia perlu
mempelajari penerapan Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS).
“DIRBS memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, mendaftarkan, dan mengontrol akses jaringan seluler melalui nomor IMEI ponsel,” terangnya. Sistem ini juga dapat memverifikasi nomor IMEI ponsel yang menggunakan jaringan dari operator dengan mengacu pada data base yang
dimiliki oleh Kemenperin dan GSMA untuk memastikan keabsahan IMEI.
Selain itu, DIRBS memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi kode IMEI
yang diduplikasi dari ponsel lama.
“Qualcomm
merasa terhormat dapat menjadi bagian dalam upaya pemerintah Indonesia
mengurangi penggunaan ponsel ilegal. Kami percaya bahwa inisiatif ini
akan menguntungkan konsumen, operator, dan juga industri lokal di
Indonesia,” tuturnya.
Sementara itu, Putu menyampaikan, seluruh nomor IMEI dari telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang resmi beredar di Indonesia tersimpan dalam data base di Kemenperin sejak tahun 2013. “Hingga saat ini lebih dari 500 ribu IMEI yang telah terdaftar di kami. Jadi, produk yang beredar di Indonesia secara ilegal, nomor IMEI-nya tidak ada dalam data base di kami,” tegasnya.
Dengan terjalinnya kerjasama ini, seluruh IMEI yang telah dan akan didaftarkan pada data base Kemenperin terjamin validitasnya karena bakal terjadi proses terintegrasi antara Kemenperin dengan GSMA. “Dan, dengan telah ditandatanganinya MoU, kedepannya dapat dilanjutkan kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatikauntuk melakukan kontrol IMEI,” tutur Putu.