Indonesia
membuka peluang kerja sama dan investasi di sektor industri bagi para
pengusaha Amerika Serikat. Penguatan hubungan bilateral ini diharapkan
mampu memperluas pasar ekspor bagi produk dalam negeri dan meningkatkan
kemitraan antara pelaku usaha kedua negara.
“Dalam
pertemuan, ada banyak hal yang dipertanyakan oleh delegasi Amerika.
Intinya mereka meminta kepastian regulasi hingga terbukanya akses bahan
baku di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai
bertemu dengan US-ASEAN Business Council di Kementerian Perindustrian,
Jakarta, Kamis (3/8).
Delegasi AS yang dipimpin
Senior Vice President and Regional Managing Director US-ASEAN Business
Council Michael Michalak ini membawa sejumlah pelaku industri asal
Negeri Paman Sam tersebut, di antaranya Adobe, Amazon, Bechel, BP,
Cargill, Caterpillar, Chevron, Cisco, Coca-cola, Expedia, Exxon Mobile,
GE, GSK, Harley Davidson, Mattel, Oracle, Qualcomm, Time Warner, UPS,
Visa dan Zoetis.
Menperin
menyebutkan, misalnya dari perusahaan makanan dan minuman Coca-Cola
Company, yang menanyakan soal lelang gula rafinasi. “Menurut mereka,
dengan adanya lelang, akan mengubah skema business to business
yang selama ini berjalan,” ujarnya. Oleh karena itu, Kemenperin akan
melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan sehingga bahan baku
untuk industri tidak terganggu.
Kemudian,
Airlangga menyampaikan, pihak GE selaku perusahaan teknologi dan jasa
mengharapkan agar implementasi dan pengawasan mengenai aturan tingkat
kandungan dalam negeri (TKDN) dapat dilaksanakan dengan baik oleh
pemerintah Indonesia. “GE punya pabrik boiler di Surabaya, namun selama
ini utilisasinya sangat rendah. Belum ada pembelian sampai sekarang,”
ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Delegasi AS memberikan apresiasi terhadap skema TKDN yangdikeluarkan oleh Kemenperin dengan menerapkan tiga jalur, yakni hardware, software dan inovasi.Regulasi tersebut tertuang dalam Permenperin No. 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata CaraPenghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk Telepon Seluler (Ponsel), KomputerGenggam (handheld) dan Komputer Tablet.
“Dari
pihak industri pakan ternak, mereka mengharapkan kemudahan untuk bahan
baku impor dan peningkatan bahan baku lokal, seperti jagung dan singkong
karena sangat berpengaruh dalam proses produksinya,” papar Airlangga.
Selanjutnya,
produsen farmasi AS mempertanyakan mengenai pelaksanaan Undang-Undang
Jaminan Produk Halal. Sebab, menurut mereka, produknya yang mengandung
bahan kimia diperlukan sertifikasi. “Mereka khawatir akan menimbulkan
gangguan dalam suplai bahan baku atau rencana pengembangan R&D
mereka di Indonesia,” ujar Airlangga.
Kemenperin mencatat, Amerika
Serikat merupakan mitra dagang utama ketiga Indonesia setelah China dan
Jepang dengan total nilai perdagangan pada tahun 2016 mencapai USD23 miliar.
Sementara itu, pada tahun 2016, nilai investasi AS di Indonesia sebesar
USD61 juta yang tersebar di berbagai sektor, antara lain industri
mineral non-logam, makanan dan minuman, permesinan dan elektronika,
kimia, serta farmasi.
Perlu ditingkatkan
Menurut
Airlangga, kerja sama kedua negara khususnya di sektor industri perlu
ditingkatkan lagi karena bersifat saling melengkapi. ”Selama ini,
investasi Amerika masuk ke Indonesia utamanya di sektor industri padat
modal dan teknologi,” ujarnya. Sedangkan, Indonesia dapat mengisinya
melalui industri yang cukup berdaya saing seperti kelompok sektor
tekstil, pengolahan karet, kulit, barang kulit dan alas kaki, serta makanan dan minuman.
Airlangga
menyampaikan, pihaknya tengah mendorong perjanjian bilateral untuk
meningkatkan ekspor industri tekstil Indonesia ke AS. “Saat ini, produk
tekstil kita kena bea masuk di sana sebesar 12,5 persen. Sedangkan,
Vietnam sudah nol persen karena ada agreement kedua negara. Jadi, perjanjian tersebut juga akan mendongkrak daya saing produk kita,” ungkapnya.
Nilai ekspor Indonesia ke AS pada tahun 2016 sebesar USD9,13 miliar. Adapun kelompok hasil industri yang juga memiliki nilai ekspor dengan tren positif, antara lain industri pengolahan kelapa sawit, furniture, pulp dan kertas, barang-barang kerajinan, elektronika, serta pengolahan alumunium.
Menurut Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Harjanto, untuk mengembangkan hubungan perdagangan dan investasi RI-AS, terdapat forum Trade Investment Council
(TIC) tingkat menteri guna membahas dan menyelesaikan berbagai isu
perdagangan dan investasi kedua negara. “TIC terdiri dari empat Working
Group, yaitu WG on Industrial and Agricultural Products, WG on Illegal Logging and Associated Trade, WG on Intellectual Property Rights, dan WG on Investment,” ungkapnya.
Dalam perkembangannya, lanjut Harjanto, RI dan AS telah sepakat untuk membentuk Commercial Dialogue (CD) sebagai pelengkap makanisme kerja sama yang telah ada. “Commercial Dialogue
merupakan kerja sama yang saling menguntungkan dan mengedepankan peran
sektor swasta dalam memanfaatkan peluang investasi dan perdagangan
antara kedua negara,” jelasnya.
Format dialog tersebut disepakati dalam dua track, yaitu pembahasan cross cutting issues dan issue per sektor. “Dialog diusulkan untuk fokus pada beberapa area kerjasama yaitu investment climate, trade expansion, small and medium enterprises, entrepreneurship, clean energy dan industrial cooperation,” pungkasnya.