Kementerian
Perindustrian RI terus berupaya mengembangkan pendidikan vokasi
industri melalui berbagai strategi, antara lain menjalin kerjasama
dengan para pemangku kepentingan. Salah satu kerjasama yang dibangun
adalah antara industri dengan institusi pendidikan melalui
penyelenggaraan workshop untuk memperkenalkan model Dual Vocational Education and Training (D-VET) system dan mendorong pelaku pendidikan tinggi vokasi dan industri di Indonesia mengadopsi sistem tersebut.
“Workshop ini bertujuan untuk memperkenalkan pendidikan dual system
ke industri, asosiasi dan politeknik-politeknik lain yang berkenan
untuk mengaplikasikannya. Ini merupakan langkah untuk memperbaiki
kualitas pendidikan tinggi agar bisa berkontribusi kepada industri, dan
sebaliknya, sehingga terjadi transfer of technology
di bidang pendidikan dan pelatihan,” kata Dirjen Ketahanan dan
Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Harjanto saat membuka
Workshop Introduction of APII yang diselenggarakan atas kerja sama
Kemenperin RI dengan Association of Polytechnics and Industry Indonesia
(APII) atau Perkumpulan Pendidikan Tinggi Vokasi dan Industri Indonesia
(PERKASI) di Jakarta, Selasa (4/4).
Dalam
workshop tersebut, APII diminta untuk menyosialisasikan praktek-praktek
yang diterapkan di kampus politeknik kepada perwakilan sekolah vokasi,
pimpinan perusahaan dan asosiasi industri, serta lembaga pemerintah
terkait. Praktek pendidikan yang dilakukan oleh politeknik-politeknik
anggota APII ini mengacu pada D-VET system yang diterapkan oleh beberapa negara, salah satunya Swiss.
“Swiss merupakan negara yang cukup lama menerapkan D-VET system
dan telah membuktikan sebagai negara dengan tingkat pengangguran
pekerja muda yang rendah dan mencapai produktivitas yang tinggi,” jelas
Harjanto. Berdasarkan The Global Competitiveness Index 2016-2017
Rankings (World Economic Forum), Swiss mampu menempati posisi puncak
selama beberapa tahun terakhir, sedangkan Indonesia menduduki peringkat
ke-41 dari 138 negara.
Pada Peluncuran Program Pendidikan Vokasi Industri (link and match SMK dengan industri) Wilayah Provinsi Jawa Timur beberapa waktu lalu, telah dilakukan penandatangan Letter of Intent antara Kemenperin dengan Pemerintah Swiss yang merefleksikan keinginan kuat kedua pihak untuk mengembangkan D-VET System di Indonesia guna menjawab kebutuhan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri manufaktur.
Head
of Economic Development Cooperation (SECO) Kedutaan Besar Swiss di
Indonesia Martin Stottele menyampaikan, kolaborasi pendidikan dengan
industri diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil.
Untuk mengembangkan pendidikan vokasi industri di Indonesia, Pemerintah
Swiss memberikan bantuan senilai sekitar SFr 500 Ribu, salah satunya
dalam bentuk bantuan konsultasi. “Lama kerjasamanya sekitar tiga hingga
empat tahun namun ada kemungkinan diperpanjang mengingat pendidikan
teknik memerlukan waktu lama,” ujar Stottele.
APII
berdiri pada 3 November 2015 melalui MoU antara empat sekolah
politeknik, yaitu Politeknik ATMI Cikarang, Politeknik ATMI Solo,
Politeknik Manufaktur Bandung, dan Politeknik Manufaktur ASTRA, dengan
SITECO-Swiss yang disaksikan oleh Kemenristek Dikti. Tujuan APII adalah
untuk meningkatkan keterlibatan industri secara bertahap dalam
pendidikan kejuruan, yang akhirnya akan membuat industri sebagai
penggerak model pendidikan kejuruan ganda. “Harus disadari bahwa
politeknik berpotensi besar menyiapkan dan menyediakan pelayanan
pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh industri,” ujar Harjanto.
Dalam
jangka panjang, APII menyediakan pula serangkaian layanan kepada
politeknik dan industri, antara lain program kursus industri,
pemagangan, dan pengembangan sekolah secara komersial. Nantinya,
diharapkan APII menjadi organisasi mandiri setelah saat ini di bawah
bimbingan SITECO.
Ketua
APII Agus Sriyono menyampaikan, saat ini, mahasiswa politeknik
jumlahnya hanya lima persen dari jumlah mahasiswa di universitas.
Padahal, berkaca dari Swiss, pendidikan vokasi lebih diminati dari
universitas dan industri merupakan aktor penting yang berperan dalam
model pendidikan ini. “Berdirinya APII dimaksudkan untuk membentuk
komunitas politeknik yang menerapkan dual system yang terpola dengan baik,” ujar Agus.
Ia
mencontohkan, dengan mekanisme yang baik, siswa politeknik bisa lebih
mudah mendapatkan tempat magang di industri. Sedangkan keuntungan bagi
industri adalah mendapatkan tenaga kerja yang siap dididik menjadi
terampil serta bisa bekerjasama dengan politeknik untuk menyelenggarakan
pelatihan yang bersifat practical.
Kemenperin
berharap asosiasi yang dibentuk oleh lembaga pendidikan vokasi dengan
industri mampu mengatasi kesenjangan antara permintaan tenaga kerja
industri dan kemampuan SDM yang tersedia karena kurangnya keterkaitan
antara industri dengan sekolah selama ini. “Kita berharap politeknik
dapat mengisi target kebutuhan satu juta tenaga kerja dari pendidikan
vokasi, terlebih saat ini Menperin sedang meninjau ulang kebijakan
industri untuk diarahkan ke industry 4.0, yang juga akan mengubah kebutuhan SDM,” jelas Harjanto.
Ditambahkan Harjanto, industry 4.0 akan
membuka peluang-peluang lapangan kerja baru. Namun, hal tersebut
menjadi tantangan tersendiri bagi politeknik untuk mencetak SDM
berkualifikasi yang dapat menjadi bagian yang terintegrasi dengan global value chain. “Untuk itu, politeknik harus berintegrasi dengan konsep baru,” paparnya.
Harjanto menjelaskan, Kemenperin akan memfasilitasi peningkatan
kapasitas bagi penyelenggara pendidikan vokasi melalui workshop,
seminar, pelatihan teknis dan magang industri. Kemudian, dilakukan juga
pelatihan bagi tenaga pengajar bidang vokasi industri, penyetaraan standar kualifikasi tenaga kerja industri, serta pengembangan fasilitas dan teknologi pembelajaran pendidikan vokasi industri.
Kebijakan prioritas
Sebelumnya,
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto telah menyampaikan kebijakan
prioritas industri nasional yang akan dilaksanakan pada tahun 2017,
salah satunya adalah penguatan sumber daya manusia (SDM) melalui vokasi
industri. “Kami menargetkan penciptaan satu juta SDM tersertifikasi
kompetensi pada 2019 lewat program link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan industri,” jelasnya.
Khusus
untuk program penguatan SDM industri melalui pendidikan vokasi,
Kemenperin akan meluncurkan kembali program pendidikan vokasi industri
untuk wilayah Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, setelah sukses
diluncurkan di wilayah Jawa Timur akhir bulan lalu. “Ditargetkan, tahap
kedua ini akan dilakukan kerja sama antara 368 SMK dengan 108
industri. Secara bertahap nanti juga dilakukan di Provinsi Jawa Barat,
DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Utara pada tahun ini,” imbuhnya.
Berdasarkan
perhitungan Kemenperin, dengan rata-rata pertumbuhan industri sekitar
5-6 persen per tahun, dibutuhkan lebih dari 500-600 ribu tenaga kerja
baru per tahun. Kemenperin menargetkan dapat menghasilkan pekerja
kompeten yang tersertifikasi sebanyak 220 ribu orang di tahun 2017.
Upaya ini untuk mencapai satu juta tenaga kerja kompeten hingga tahun
2019 sesuai kebutuhan dunia industri.
Menurut Airlangga, program tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi era industry 4.0.
“Kami harapkan program ini akan memperbaiki keterampilan tenaga kerja
di Indonesia sehingga mereka punya daya saing lebih. Kami juga
menginginkan mereka diperkenalkan dengan industry 4.0 sehingga ke depannya pekerja kita tidak gagap teknologi,” paparnya.