Kementerian
Perindustrian RI mendorong pelaku industri nasional untuk memperluas
pasar ekspor ke Angola terutama produk alat transportasi dan pertahanan
serta elektronika. Upaya ini guna memacu kontribusi sektor nonmigas
terhadap nilai perdagangan kedua negara yang berkisar USD292,8 juta pada
tahun 2016.
“Angola
bisa menjadi negara pusat untuk promosi produk-produk industri
Indonesia ke pesisir barat Afrika,” kata Menteri Perindustrian Airlangga
Hartarto seusai menerima Menteri Luar Negeri Angola Georges Rebelo
Pinto Chikoti beserta delegasi di Kementerian Perindustrian, Jakarta,
Rabu (12/4).
Menperin
menjelaskan, dalam pertemuan bilateral tersebut, kedua belah pihak
saling memberikan informasi mengenai regulasi teknis serta mendalami
sektor-sektor potensial di bidang investasi industri. “Nantinya, kami
berharap adanya komitmen kerja sama yang komprehensif dalam rangka
mendukung pertumbuhan ekonomi masing-masing negara,” ujarnya.
Pemerintah
Indonesia telah menawarkan beberapa produk industri strategis nasional,
antara lain pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (DI), kendaraan
angkut militer buatan PT Pindad, kapal laut buatan PT PAL dan gerbong
kereta dari PT INKA. Bahkan, Menlu Angola berencana mengunjungi secara
langsung PT DI dan PT Pindad untuk menjajaki peluang kerja sama yang
dapat dikembangkan. “Mereka sempat menanyakan cara pembelian pesawat
dari Indonesia,” tutur Airlangga.
Di
samping itu, Angola tengah memerlukan bantuan pelatihan di bidang
industri seperti yang dilakukan Indonesia kepada Nigeria dan Mozambique.
Misalnya, pelatihan untuk peningkatan kapasitas produksi sektor tekstil
dan makanan.
Selanjutnya,
Indonesia membuka peluang kerja sama di sektor industri kecil dan
menengah (IKM). Apalagi, Kemenperin sedang mendongkrak pasar ekspor bagi
produk IKM dalam negeri, salah satunya dengan memanfaatkan program
e-smart IKM. “Langkah ini turut mewujudkan target penumbuhan wirausaha baru di Indonesia sebanyak 20.000 orang pada akhir tahun 2019,” ungkapnya.
Dirjen
Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII)
Kemenperin RI, Harjanto mengatakan, semua bisnis baru di Angola harus
terdaftar dalam Angolan Private Investment Agency (ANIP). “Terdapat
beberapa cara bagi perusahaan untuk dapat beroperasi di Angola, di
antaranya adalah mendaftar sebagai perusahaan asing, bekerja sama dengan
perusahaan lokal, dan mengembangkan anak perusahaan dengan mendaftar
sebagai perusahaan Angola,” paparnya.
Harjanto menambahkan, adanya persyaratan konten lokal menuntut investor asing menggunakan jasadari perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki Angola. Selain itu, pemerintah Angola sedangmelakukan proses “Angolanising”, yang menuntut perusahaan untuk mempekerjakan masyarakat lokal.“Pada tahun 2012, peraturan penanaman modal bagi perusahaan swasta di sana, mensyaratkaninvestasi minimal USD 1 Juta untuk memperoleh insentif,” ungkapnya.
Dalam
rangka diversifikasi ekonomi, menurut Harjanto, Pemerintah Angola juga
menawarkan kepada pengusaha Indonesia untuk pembangunan industri
perikanan, pertanian, pertambangan, infrastruktur, makanan, dan mineral.
Pemain utama pada sektor minyak dan pertambangan di Angola adalah
Sonangol (perusahaan afiliasi China), British Petroleum (perusahaan
afiliasi Inggris), dan Exxon (perusahaan afiliasi Amerika Serikat).
Hubungan
diplomatik kedua negara telah dibuka sejak 2001 dan Angola merupakan
mitra dagang Indonesia terbesar ke-3 di kawasan Afrika sub-Sahara
setelah Afrika Selatan dan Nigeria. Komoditas impor Indonesia dari
Angola adalah minyak dan gas bumi, sementara produk ekspor Indonesia
adalah pipa besi, sabun, seng, korek api, kendaraan, margarin, ikan
olahan, obat, kertas dan minyak sawit.