Rabu, 12 Oktober 2011

IBM Chief Marketing Officer (CMO) Study 2011 : Gelombang Transformasi di Era Digital

 CMO Berusaha Keras Membuktikan Manfaat Investasi Pemasaran Mereka

Jakarta,  12 Oktober 2011:  Sebuah survei yang baru-baru ini dilaksanakan  IBM (NYSE: IBM) terhadap lebih dari 1.700 chief marketing officer (CMO) dari 64 negara dan 19 industri menunjukkan bahwa sebagian besar eksekutif pemasaran terbaik di dunia menyadari adanya pergeseran penting dalam cara mereka berhubungan dengan pelanggan. Namun mereka ragu apakah bagian pemasaran mereka siap untuk menghadapi perubahan ini.

Survei ini juga membuktikan bahwa tolak ukur yang digunakan untuk mengevaluasi kegiatan pemasaran juga sudah berubah. Hampir dua-per-tiga CMO menganggap return on marketing investment akan menjadi patokan untuk menilai efektifitas fungsi pemasaran pada tahun 2015. Tetapi, CMO perusahaan-perusahaan yang paling berhasil merasa tidak siap untuk menyajikan angka-angka pastinya.

Sebagian besar dari eksekutif pemasaran ini – yang bertanggung-jawab atas pemasaran terintegrasi dari produk, layanan dan reputasi merk perusahaan mereka – mengatakan mereka tidak memiliki pengaruh yang kuat di berbagai bidang utama, seperti pengembangan produk, penetapan harga dan pemilihan saluran penjualan.

Survei IBM ini juga menemukan bahwa meskipun 82 persen CMO mengatakan mereka berencana untuk meningkatkan penggunaan media sosial dalam waktu tiga hingga lima tahun mendatang, hanya 26 persen yang sudah memanfaatkan penggunaan blog, 42 persen memanfaatkan ulasan pihak ketiga, dan 48 persen sudah memanfaatkan ulasan pelanggan untuk membantu menetapkan strategi pemasaran mereka.

“Pengaruh media sosial membawa perubahan permanen dalam cara kita menjalin hubungan dengan pelanggan,” tutur Widita Sardjono, Country Leader, Global Business Services, IBM Indonesia. “Kurang lebih 90 persen dari informasi real-time yang diciptakan saat ini berupa data tidak terstruktur. CMO yang berhasil mendapatkan wawasan baru ini akan memiliki posisi yang kuat untuk meningkatkan pendapatan, meraih manfaat dari hubungan erat dengan pelanggan mereka, dan membangun nilai merk yang baru.”

Konsumen berbagi pengalaman mereka secara online, sehingga mereka memiliki kontrol dan pengaruh yang lebih kuat atas sebuah merk. Pergeseran kekuatan dari produsen ke konsumen ini mengharuskan perusahaan untuk menerapkan pendekatan, sarana dan kecakapan pemasaran baru agar mereka tetap dapat bersaing. Para CMO menyadari perubahan ini, tetapi mereka sulit meresponnya. Lebih dari 50 persen CMO menyatakan mereka belum siap untuk mengelola kekuatan-kekuatan pasar yang utama – mulai dari media sosial hingga kolaborasi jejaring sosial dan pengaruh pelanggan yang semakin hari semakin kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa para CMO harus mengadakan perubahan mendasar dalam metode pemasaran merk dan produk mereka.

Para pemasar yang memandang rendah pengaruh media sosial adalah mereka yang tidak melihat Internet sebagai platform baru berdampak dahsyat. Sama seperti kemunculan e-business lebih dari satu dekade yang lalu, pemanfaatan media sosial oleh hampir seluruh kategori demografi konsumen menciptakan sebuah peluang bagi pemasar untuk meningkatkan pendapatan dan nilai merk, serta merubah hubungan antara perusahaan dan pelanggan. Para pemasar yang mengakui pentingnya media sosial akan lebih mampu mengantisipasi perubahan  pasar dan teknologi di waktu mendatang.

Meskipun mereka memandang kedekatan dengan pelanggan sebagai prioritas utama, dan menyadari dampak dari data real-time untuk mendukung metode pemasaran, sebagian besar CMO mengatakan bahwa mereka masih menggunakan pendekatan-pendekatan abad ke-20. Lebih dari 80 persen CMO yang disurvei masih berfokus pada sumber informasi tradisional, seperti riset pasar dan tolak ukur kompetitif, dan 68 persen masih mengandalkan analisa kampanye untuk mengambil keputusan strategis.

Mengelola Keempat Tantangan
Pada dasarnya, penelitian ini menemukan adanya empat tantangan utama yang dihadapi para CMO dimana saja, namun, sebagian besar CMO merasa mereka tidak siap mengelola pengaruh dari perubahan-perubahan ini. Empat tantangan utama tersebut termasuk :

Luapan data: Setiap hari kita menciptakan 2,5 quintilion byte data – 90 persen dari data yang ada di dunia ini diciptakan selama dua tahun terakhir. Bertambahnya volume, jenis dan kecepatan data yang tersedia melalui sumber-sumber digital, seperti jaringan sosial, ditambah data dari sumber tradisional, seperti data penjualan, dan riset pemasaran, adalah tantangan utama yang dihadapi CMO. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menganalisa data sedemikian besar untuk mendapatkan wawasan yang berarti, serta menggunakannya secara efektif untuk menyempurnakan produk, layanan dan pengalaman pelanggan.

Platform sosial: Media sosial memungkinkan siapa saja untuk menjadi penerbit, penyiar dan kritikus. Facebook memiliki lebih dari 750 juta pengguna aktif dengan rata-rata 90 keping konten yang dipasang pengguna setiap bulan. Pengguna Twitter mengirim sekitar 140 juta tweet setiap hari. Dan jumlah konten video yang diunggah  490 juta pengguna YouTube dalam waktu 60 hari sama dengan jumlah video yang diciptakan tiga stasiun TV besar di AS selama 60 tahun. Para pemasar menggunakan platform sosial untuk bekomunikasi – dengan 56 persen CMO menganggap media sosial sebagai saluran berhubungan yang utama – tetapi mereka kesulitan mendapatkan wawasan pelanggan yang berharga dari data tidak terstruktur yang dihasilkan pelanggan dan pelanggan potensial.

Pilihan perangkat dan saluran: Perangkat dan saluran yang jumlahnya terus bertambah, mulai dari smart phone hingga tablet, kian menjadi prioritas bagi para CMOs. Perniagaan mobile diperkirakan mencapai $31 milyar hingga tahun 2016, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 39 persen dari 2011 hingga 2016. Sementara itu, pasar tablet diperkirakan akan mencapai sekitar 70 juta unit di seluruh dunia hingga akhir tahun ini, dan meningkat hingga 294 juta unit pada tahun 2015.

Perubahan demografi: Pasar global baru dan influks generasi muda dengan pola konsumsi dan akses informasi yang berbeda merubah pasar. Di India, misalnya, kelas menengah diperkirakan akan membengkak dari 5 persen menjadi 40 persen populasi negara itu dalam waktu dua tahun mendatang. Para pemasar yang dulunya berfokus pada konsumen kelas atas di India, kini harus merubah strategi mereka untuk merangkul masyarakat kelas menengah ini.

Saat ini, CMO harus lebih mengusasai banyak hal. Mereka harus mengelola lebih banyak data dari berbagai sumber yang berbeda, memahami dan berhubungan dengan pelanggan yang semakin berkuasa, mengadopsi dan beradaptasi dengan sarana dan teknologi yang lebih canggih, serta memiliki akuntabilitas keuangan yang lebih tinggi kepada perusahaan mereka.

63 persen CMO percaya bahwa ROI atas pengeluaran pemasaran akan menjadi alat ukur terpenting untuk menilai keberhasilan mereka pada tahun 2015. Namun, hanya 44 persen dari mereka yang merasa bahwa mereka siap bertanggung-jawab atas ROI pemasaran mereka.

Sebagian besar CMO dulunya tidak diharapkan untuk memberikan bukti nyata dari ROI mereka. Ketidak-stabilan ekonomi dan berbagai tekanan bisnis menyebabkan perusahaan tidak bisa lagi memberikan dana tidak terbatas untuk inisiatif pemasaran mereka. CMO menyadari mereka harus mengkuantifikasikan nilai yang mereka bawa ke dalam perusahaan, apakah itu investasi iklan, teknologi baru, atau bentuk lainnya.

Penekanan terhadap ROI yang menguat juga menggambarkan bahwa bagian pemasaran kini semakin menarik perhatian, selain menggambarkan arti pentingnya. Saat ini CMO memiliki posisi yang sama dengan chief financial officer (CFO) satu dekade yang lalu, ketika peran CFO berubah dari penjaga pundi-pundi perusahaan menjadi penasehat bisnis strategis.

Untuk mengatasi berbagai tantangan baru ini, CMO harus meningkatkan profisiensi digital, teknologi dan keuangan mereka – tetapi kebanyakan dari mereka enggan melakukannnya. Ketika ditanya atribut mana yang harus mereka tingkatkan dalam waktu tiga hingga lima tahun mendatang, hanya 28 persen yang menyebutkan kompetensi teknologi, 25 persen menyebutkan keahlian media sosial dan 16 persen menyebutkan kecermatan keuangan.


Tentang Global CMO Study
2011 IBM Global Chief Marketing Officer Study adalah penlitian pertama IBM terhadap para CMO — dan ke-15 dari rangkaian Penelitian C-suite yang dikembangkan oleh IBM Institute for Business Value. Antara Februari dan Juni 2011, IBM melakukan wawancara langsung dengan 1.734 CMO di 19 industri dan 64 negara untuk lebih memahami sasaran dan tantangan mereka. Para responden datang dari berbagai jenis perusahaan, mulai dari 48 dari 100 merk ternama dalam peringkat Interbrand 2010 hingga perusahaan yang memiliki profil yang sangat lokal.

Untuk mengakses seluruh 2011 IBM Global CMO Study, kunjungi http://ibm.com/cmostudy.

Untuk mengikuti perbincangan tentang 2011 IBM Global CMO Study, ikuti @IBMIBV and #IBMCMOStudy di Twitter, atau bergabung bersama kami di LinkedIn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar