Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto melakukan kunjungan kerja ke Korea
Selatan pada 3-6 Juli 2017. Selama di Negeri Ginseng, agenda Menperin
meliputi pertemuan bisnis dengan jajaran direksi Lotte dan LG, menjadi
pembicara pada kegiatan ASIAN Leadership Conference, serta mengunjungi pabrik baja Posco.
“Hubungan kerja sama ekonomi khususnya di sektor industri antara Indonesia dengan Korea Selatan patut diperkuat,” kata Airlangga di Seoul, Korea Selatan, Senin (3/7). Pada kesempatan tersebut, Menperin
didampingi Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad
Sigit Dwiwahjono serta Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi
dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan.
Berdasarkan catatan BKPM, Korea Selatan adalah
investor nomor tiga terbesar di Indonesia. Di sektor industri
manufaktur, perusahaan-perusahaan Korea Selatan berkontribusi hingga 71
persen dari total investasi selama lima tahun terakhir sebesar USD7,5
miliar. Bahkan, pabrik-pabrik tersebut mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 900 ribu orang.
Airlangga menjelaskan, pihaknya tengah membidik investor Korea Selatan, yakni Lotte Chemical Titan agar segera merealisasikan penanaman modalnya sebesar USD3-4 miliar yang akan memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun. “Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain,” ujarnya.
Apalagi,
Kementerian Perindustrian tengah memfokuskan industri petrokimia
sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pembangunannya di dalam negeri karena berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika hingga farmasi.
Kemenperin
juga telah mengusulkan agar industri petrokimia termasuk sektor yang
perlu mendapatkan penurunan harga gas karena sebagai sektor pengguna gas
terbesar dalam proses produksinya. “Dengan harga gas yang kompetitif,
daya saing industri petrokimia nasional makin meningkat,” tegas
Airlangga.
Di
samping itu, sektor strategis lainnya yang sedang dipacu
pengembangannya di Indonesia adalah industri baja. Upaya ini untuk
mendorong pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten yang akan memproduksi 10 juta ton baja pada tahun 2025. “Sektor ini sebagai mother of industry karena produknya merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lainnya,” jelas Airlangga.
PT
Krakatau Steel (KS) dan perusahaan baja Korea Selatan, Posco telah
berkomitmen untuk mendukung pembangunan klaster 10 juta ton baja
tersebut. Saat ini, kapasitas produksi PT KS digabungkan dengan PT Krakatau Posco (perusahaan patungan PT KS dan Posco) di Cilegon telah
mencapai 4,5 juta ton, dan segera meningkat kembali dengan
beroperasinya pabrik HSM#2 berkapasitas 1,5 juta ton pada akhir tahun
2019, sehingga total akan mencapai 6 juta ton.
Artinya,
hanya perlu menambah 4 juta ton untuk mencapai proyek 10 juta ton dari
klaster tersebut. Klaster baja Cilegon ini bakal menghasilkan baja
gulungan untuk konstruksi, baja lembaran untuk peralatan rumah tangga,
perkapalan, mobil, hingga baja lembaran berkualitas tinggi.
Sementara
itu, dalam kegiatannya menjadi narasumber pada ASIAN Leadership
Conference, Menperin Airlangga akan mamaparkan mengenai perkembangan
terkini industri di Indonesia termasuk program dan kebijakan
pengembangannya serta tentang roadmap Industri 4.0 dan transformasi
pendidikan vokasi industri.