Selasa, 28 Februari 2017

Satelit Telkom 3S Lengkapi Jaringan Tulang Punggung Pita Lebar Nasional

Jakarta, 28 Februari 2017 - Setelah berhasil meluncur pada 14 Februari 2017 pukul 18.39 waktu Kourou, French Guiana, Satelit Telkom 3S milik PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), saat ini telah berada di jalur orbit geostasioner di ketinggian 36.000 km di atas permukaan laut, pada posisi sementara di 135.5 derajat bujur timur, untuk dilakukan pengetesan fungsi seluruh transponder C-Band dan Extended C-Band.
Selanjutnya, Telkom 3S akan digeser ke posisi orbit operasional di 118 derajat bujur timur untuk juga dilakukan uji fungsi seluruh transponder Ku-Band sebelum dilakukan pembebanan trafik. Dengan normalnya seluruh fase teknis dan stabilnya posisi satelit, Telkom 3S diperkirakan segera beroperasi pada pertengahan April 2017.
Keberadaaan Satelit Telkom 3S akan melengkapi fungsi Satelit Telkom-1 dan Telkom-2 untuk memenuhi kebutuhan layanan komunikasi domestik. Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo, menjelaskan bahwa teknologi satelit merupakan sistem telekomunikasi komplementer, melengkapi jaringan serat optik dan sistem komunikasi terrestrial yang mampu menjangkau area Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).
“Dua per tiga dari wilayah Indonesia belum terjangkau sistem komunikasi terrestrial. Oleh karena itu, teknologi satelit dan terestrial merupakan jaringan yang saling melengkapi, dimana satelit bermanfaat memenuhi kebutuhan infrastruktur di daerah yang belum terjangkau oleh jaringan teresterial sehingga mampu meniadakan kesenjangan akses informasi,” jelas Arif.
Hingga saat ini, Telkom telah membangun jaringan tulang punggung pita lebar nasional dari Sabang sampai Merauke. Terakhir, pada awal tahun 2016, Telkom telah menyelesaikan pembangunan jaringan serat optik Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) yang menghubungkan wilayah Sulawesi, Maluku, hingga ke kota-kota di Papua antara lain Jayapura, Sarmi, Biak, Manokwari, Sorong, Fak Fak, Kaimana, Timika dan Merauke. 
Bahkan ke depan, Telkom telah merencanakan untuk membangun Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) antara Jayapura dan Manokwari sepanjang 1000 km sebagai jalur diversity dalam rangka meningkatkan kualitas layanan.
Dengan telah tergelarnya jaringan SMPCS yang ditunjang dengan sistem komunikasi satelit, kesenjangan akses informasi, khususnya di wilayah Indonesia timur, diharapkan dapat teratasi sehingga pemerataan pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat di seluruh pelosok negeri.

Senin, 27 Februari 2017

Sentra IKM Logam Ngingas Pasok Komponen ke Manufaktur Besar

Sentra industri kecil dan menengah (IKM) logam Ngingas, Sidoarjo, Jawa Timur merupakan salah satu pemasok komponen bagi perusahaan-perusahaan manufaktur besar di Indonesia. Berbagai produk unggulan yang dihasilkan, antara lain mesin pertanian, peralatan rumah tangga, komponen listrik dan tekomunikasi serta suku cadang kendaraan bermotor.

“Di sentra logam Ngingas terdapat sekitar 300 unit usaha. Keberadaan sentra yang sudah ada sejak tahun 1930-an ini terus memberikan kontribusi yang sangat berarti pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga mampu mendorong kemajuan industri dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika mengunjungi sentra IKM logam Ngingas, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (27/2).

Dalam kunjungannya ituMenperin turut menyaksikan pelepasan 80.000 unit komponen otomotif yang diproduksi PT. Elang Jagad dan tiga IKM lainnya untuk dikirim ke PT. Rachmat Perdana Adhimetal selaku tier satu PT. Astra Honda Motor.Total pemesanan komponen otomotif tersebut sebanyak 200.000 unit.

“Dalam upaya penguatan daya saing IKM di sentra logam Ngingas, kami menggandeng Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) yang selama ini berkomitmen kuat dalam pengembangan IKM di dalam negeri. YDBA sudah melakukan banyak pembinaan di beberapa sentra IKM logam,” papar Airlangga.

PT. Elang Jagad, yang kini mempekerjakan 30 orang telah berdiri sejak tahun 2001. Awalnya  kami memproduksi berbagai kerajinan logam yang sebagian besar dengan cara manual,”ungkap Pemilik PT. Elang Jagad Bambang Budiarto kepada Menperin.

Bambang mengatakan, setelah dibimbing oleh Lembaga Pengembangan Bisnis Yayasan Dharma Bhakti Astra (LPB YDBA) Waru sejak tahun 2013 melalui program pelatihan dan pendampingan, pihaknya melakukan pengembangan produksi dari berbagai macam produk berbasis logam seperti tungku kompor gas, perkakas rumah tangga, serta komponen kendaraan.

Untuk memenangkan pasar domestik dan ekspor, menurut Menperin, pelaku IKM nasional perlu terusmeningkatkan kualitas produk dan kompetensi sumber daya manusia (SDM). “IKM harus menjaga mutu bahanbaku hingga teknologi mesin dan peralatan yang akan digunakan, juga harus memperhatikan keterampilan SDM yang bekerja,” sebutnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Perindustrian memiliki berbagai program kegiatan yang menunjang, seperti program restrukturisasi mesin dan peralatan IKM, di mana mereka bisa mendapatkan potongan harga atas mesin dan peralatan produksi yang dibelinya.

Selain itu, Kemenperin juga memberikan bimbingan teknis serta fasilitasi sertifikasi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang ditujukan bagi para SDM IKM. “Untuk mempermudah IKM dalam mendapatkan akses bahan baku, kami menginisiasi terbentuknya material center yang diharapkan dapat menjadi jalankeluar bagi IKM yang selama ini menghadapi kendala berupa pengadaan bahan baku,” jelas Airlangga.

Menperin berharap, pelaku IKM nasional dapat memanfaatkan program-program tersebut. Selanjutnya,diperlukan langkah sinergi antara pemerintah pusat dan daerah serta keterlibatan pihak-pihak terkaitdan masyarakat untuk terus menumbuh kembangkan industri dalam negeri.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen IKM Gati Wibawaningsih menyampaikan, jumlah produksi dan penjualan kendaraan yang makin meningkatakan menjadi potensi pasar bagi IKM logam. Misalnya untuk memproduksi suku cadang, aksesoris, serta perlengkapan kendaraan lainnyaKebutuhan sektor otomotif yang besar tersebut menjadi peluang IKM menciptakan produk berkualitas dalam memenuhi kebutuhan pasar komponen otomotif baik untuk perusahaan manufaktur maupun purna jual,” tuturnya.

Berdasarkan data Gaikindo, penjualan kendaraan roda empat hingga bulan Agustus 2016 mencapai 691.042 unit. Sedangkan dari data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, penjualan untuk sepeda motordi dalam negeri mengalami peningkatan sebesar 5,4 persen, yaitu dari 527.536 unit pada Agustus 2016 menjadi 555.820 unit pada September 2016.

Dalam persaingan yang semakin kompetitif saat inimenurut Gati, IKM dalam negeri dituntut untuk mampu bersaing dipasar lokal maupun global. Strategi kemitraan menjadi salah satu upaya efektif untuk membangun IKM yang mandiri.

Dalam skema kemitraan, IKM dapat memperoleh kepastian pasar, pasokan bahan baku, perbaikan kualitas dan kuantitas produk IKM, sistem manajemen, peningkatan SDM, akses Informasi, teknologi, dan hal lainnya sesuai dengan permintaan mitra mereka,” paparnya. Untuk itu, diperlukan kemauan yang kuat dari semua pihak dan stakeholder terkait untuk bersama-sama mendorong IKM yang memiliki potensi untuk dikembangkan.

Jumat, 24 Februari 2017

Lebih dari 50 Perusahaan berminat mengikuti Project Expose GRR Bontang

JAKARTA – Sampai hari ini sekitar 50 perusahaan telah menyatakan minatnya untuk mengambil bagian dalam Project Expose GRR Bontang yang akan dilaksanakan pada 28 Februari mendatang.

Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Rachmad Hardadi mengungkapkan Pertamina telah mengumumkan sekaligus mengundang perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi untuk menjadi mitra strategis dalam pelaksanaan megaproyek GRR Bontang, baik dari refiner, trading company, maupun institusi finansial. Menurut dia, terdapat empat karakteristik utama calon mitra yang dikehendaki Pertamina, yaitu memiliki rekam jejak yang kuat pada industri pengolahan minyak utamanya keandalan operasional dan eksekusi proyek, dapat menyesuaikan dengan struktur dan model bisnis yang dikehendaki Pertamina, memiliki keinginan kuat untuk percepatan proyek dan menyelesaikannya pada 2023, dan memberikan nilai menarik bagi proyek GRR Bontang.

“Hingga hari ini, terdapat lebih dari 50 perusahaan calon mitra yang sejauh pengamatan kami memiliki kompetensi world class untuk megaproyek pengolahan dan petrokimia, menyatakan akan hadir dalam Project Expose GRR Bontang pada 28 Februari mendatang. Tentu ini merupakan signal positif tidak hanya bagi proyek GRR Bontang, namun juga iklim investasi di Indonesia yang masih sangat menarik di sektor ini,” kata Hardadi.

Rachmad Hardadi mengatakan Pertamina menargetkan untuk memperoleh mitra strategis tersebut pada 28 April 2017. Segera setelah terpilih, Pertamina bersama mitra strategis akan memulai proses Bankable Feasibility Study (BFS) yang ditargetkan selesai pada awal tahun 2018 sekaligus menuntaskan pembentukan konsorsium dan akan ditetapkan Preleminary-Investment Decision 1 yang menggambarkan perkiraan awal investasi proyek GRR Bontang.

GRR Bontang ditargetkan mampu mengolah minyak mentah sekitar 300 ribu barel per hari. Pelaksanaan pembangunan kilang baru di Bontang ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri ESDM No. 7935 K/10/MEM/2016 tanggal 9 Desember 2016 yang menugaskan Pertamina untuk membangun dan mengoperasikan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur.

GRR Bontang diharapkan bisa mendukung Nawacita Presiden RI Joko Widodo untuk meningkatkan kemandirian energi dengan  mengurangi impor BBM. Pada tahap awal, Pertamina akan masuk dengan minimal kepemilikan sekitar 5% hingga 25 % dan selanjutnya mempunyai hak atau pilihan untuk meningkatkan kepemilikan dalam periode yang akan disepakati kemudian.

Mitra strategis diharapkan berperan dalam pengadaan crude dan menyiapkan pendanaan. Mitra juga memiliki kemampuan dalam memasarkan produk yang tidak terserap di pasar dalam negeri ke pasar luar negeri, seperti Australia, Papua Nugini, Selandia Baru dan Filipina.

Sebagai BUMN, Pertamina berharap agar kemitraan yang nantinya terbentuk, dalam pengambilan keputusan tetap memperhatikan aspek GCG yang kuat. Selain itu juga mengedepankan Indonesia content, sambil tetap menjaga kelangsungan usaha.

Sampai saat ini Pertamina sudah mempunyai pengalaman positif dalam bermitra dengan mantra-mitra Internasional. SK Energy, Korea Selatan bermitra dengan Pertamina untuk proyek Lube Base Grup III (pelumas sintetis) sejak tahun 2007 di kilang RU II Dumai, Rosneft Oil Company untuk GRR Tuban dan Saudi Aramco untuk RDMP Kilang Cilacap. “Keterbukaan untuk menerima dukungan mitra Internasional maupun nasional diharapkan dapat mengembangkan budaya untuk siap memimpin dan berkolaborasi dengan tim dari negara dan kebangsaan yang berbeda. Intinya dalam kemitraan tersebut, kita bisa menjaga rasa nasionalisme sambil tetap memberikan nilai positif kepada mitra yang telah bersedia menanamkan modalnya di Indonesia.”

Kamis, 23 Februari 2017

Industri Olahan Minyak Sawit Tingkatkan Nilai Tambah

Industri pengolahan minyak sawit di dalam negeri diminta untuk menghasilkan produk hilir yang bernilai tambah tinggi sesuai kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Untuk itu, diperlukan peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi manufaktur terbaru agar lebih berdaya saing.
“Pertumbuhan industri hilir yang tangguh dan berkelanjutan itu karena ditopang oleh inovasi teknologi atau rekayasa produk baru, baik yang mengandalkan kemampuan riset mandiri maupun kolaborasi dengan lembaga riset internasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika mengunjungi PT. Musim Mas di Kawasan Industri Medan, Sumatera Utara, Kamis (23/2).
Salah satunya, Kementerian Perindustrian berupaya memfasilitasi pembangunan industri pengolahan limbah spent bleaching earth (SBE) agar segera beroperasi komersial sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Pasalnya, limbah B3 dari pabrik minyak goreng tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif untuk urugan jalan raya dan beton pemukiman.
“Kami sangat mendukung terobosan ini karena sejalan dengan visi Kabinet Kerja dalam mendorong pembangunan infrastruktur,” tegasnya. Airlangga juga menyampaikan, pihaknya sedang memacu kinerja industri pengolahan minyak sawit dalam negeri serta mengintensifkan kampanye positif terhadap produk CPO Indonesia agar diterima pasar ekspor terutama Amerika Serikat dan Eropa.
“Kami sebagai salah satu Anggota Komite Dewan Pengarah BPDP Kelapa Sawit, juga telah mengusulkan penurunan tarif, yang nantinya akan dibahas bersama kementerian terkait lainnya,” ujar Airlangga. Selain itu, Pemerintah tengah berkoordinasi dengan produsen dan industri pengemasan agar dapat menghasilkan produk minyak goreng yang harganya dapat terjangkau bagi masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah.
Menperin menyatakan, selain berdiskusi mengenai pengembangan industri pengolahan minyak sawit, kunjungan kerjanya ke PT. Musim Mas ini juga melihat secara langsung proses produksi pengolahan minyak sawit yang terintegrasi dari hulu CPO menjadi aneka produk hilir seperti minyak goreng, lemak pangan, oleokimia, dan biodiesel.
“Ternyata di Musim Mas ini, pengembangan industrinya dimulai dari hilir, baru gerak ke hulu. Jadi, pohon industrinya mereka sudah kuat, bahkan mampu menembus pasar ekspor ke puluhan negara. Mereka tidak hanya menjual dalam bentuk produk jadi, tetapi memproduksinya di beberapa negara ekspor itu,” paparnya.  
Untuk itu, lanjut Airlangga, strategi perusahaan tersebut perlu dicontoh oleh manufaktur nasional dalam upaya menjadi industri kelas dunia. “Dengan yang dilakukan secara terintegrasi oleh Musim Mas, produk yang dihasilkan tidak hanya CPO saja, tetapi sudah menurun ke produk consumer dan life style,” ujarnya. 
Direktur Operasional PT. Musim Mas Herman Tandinata mengatakan, perusahaan telah beroperasi di 13 negara di Asia PasifikEropa, dan Amerika Serikat dengan melibatkan sebanyak 28.500 karyawan. Perusahaan ini memproduksi 600.000 ton minyak sawit mentah per tahun. 
“Bisnis model kami sudah terintegrasi penuh, mulai dari hulu sampai ke hilir, dengan didukung logistik angkutan darat dan laut,” ujarnya. Musim Mas menjadi perusahaan kelapa sawit pertama di Asia Tenggara yang bergabung dengan Palm Oil Innovation Grup (POIG). Komitmen ini menjadi bukti produksi minyak sawit yang berkelanjutan tanpa deforestasi, pembukaan lahan gambut, pelanggaran kepemilikan tanah dan hak buruh. 
Musim Mas juga sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang mendapat sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk seluruh aset perkebunannya dengan luas 25.918 hektare. Perusahaan tengah berusaha memproduksi gas metana dengan memasang perangkap gas di seluruh pabriknya.
Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto menyampaikan, dalam upaya mendorong perluasan investasi industri, pemerintah akan memberikan kemudahan konkret bagi para investor. Hal ini dalam rangka memperbaiki indeks kemudahan berusaha (ease of doing business) dan menciptakan efisiensi industri melalui berbagai paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan. 
Sejalan dengan komitmen tersebut, Kemenperin juga telah menginisiasi pemberian harga gas yang kompetitif bagi industri, khususnya sektor oleochemical, pangan, bahan bakar nabati, dan utilitas kawasan industri. “Produk industri dalam negeri akan lebih mampu bersaing apabila biaya produksi dapat ditekan melalui harga gas bumi yang kompetitif seperti di negara lainnya,” tegasnya. 
Panggah mengungkapkan, minyak sawit berpotensi menjadi pemasok utama pasar minyak nabati dunia, karena produktivitasnya lebih tinggi dibanding minyak nabati lainnya. “Kebutuhan minyak nabati dunia tahun 2020 diperkirakan mencapai 210 juta ton dan pada tahun 2050 mencapai 365 juta ton,” ungkapnya. 
Namun demikian, menurut Panggah, pasar ekspor konvensional khususnya di wilayah Uni Eropa masih melakukan kampanye negatif terkait lingkungan dan hambatan perdagangan atas impor CPO dan produk hilir asal Indonesia. “Masalah ini perlu segera diatasi, tetapi di lain pihak, pasar non-konvensional seperti negara di Asia Tengah, Asia Selatan, dan Eropa Timur yang tumbuh pesat perlu digarap lebih intensif,” ujarnya. 
Kebijakan hilirisasi
Pada kesempatan tersebut, Menperin mengungkapkan, Pemerintah juga telah menetapkan Kebijakan Nasional Hilirisasi Industri Kelapa Sawit dan senantiasa konsisten untuk menumbuhkan industri pengolahan kelapa sawit di dalam negeri. “Kami berkomitmen menyusun dan menerapkan kebijakan yang pro-pertumbuhan industri hilir kelapa sawit, sehingga investasi baru serta perluasan di bidang industri hilir dapat terus berjalan,” tuturnya.
Kemenperin telah mengarahkan pertumbuhan industri pengolahan minyak sawit untuk menghasilkan aneka produk hilir canggih, di antaranya super edible oilgolden nutritionbio plasticbio surfactant, hingga green fuel. “Dalam jangka menengah, kami memprioritaskan upaya peningkatan investasi industri pengolahan sawit untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah produksi bahan baku yang diharapkan mencapai 40 juta ton CPO pada tahun 2020,” papar Airlangga. 
Menurutnya, industri perkelapasawitan dari hulu sampai hilir merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, antara lain melalui kinerja nilai ekspor, penyerapan tenaga kerja, pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan kontribusi pada penerimaan negara. 
Berdasarkan data BPS sampai bulan September 2016, tercatat nilai ekspor produk hilir sawit sebesar USD13.3 miliar atau telah melebihi nilai ekspor minyak dan gas bumi. “Produk hilir mencapai 54 jenis. Secara rata-rata tahunan, sektor industri kelapa sawit hulu-hilir menyumbang USD20 miliar pada devisa negara,” imbuh Airlangga. Sedangkan, khusus bagi pendapatan bukan pajak, sektor perkelapasawitan menyumbang Rp12 triliun per tahun, yang dipungut atas ekspornya dalam bentuk dana perkebunan dan bea keluar. 
PT Musim Mas merupakan salah satu pemain utama di industri pengolahan minyak sawit nasional. Untuk itu, diharapkan perusahaan senantiasa memperluas investasi kapasitas produksi, mengoperasikan industri existing secara efisien, dan berinovasi pada teknologi produk hilir. “Industri pengolahan minyak sawit merupakan capital and technology intensive, maka tantangan tersendiri dalam membangun dan mengoperasikan industri ini agar tetap bertahan dan berdaya saing,” ungkap Airlangga.

Rabu, 22 Februari 2017

Pemerintah Percepat Pembangunan 5 Jalan Tol

Jakarta – Pemerintah menandatangani perjanjian dalam mewujudkan percepatan penyediaan lima proyek jalan tol dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), yang terdiri dari: 
a. Penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Jalan Tol Kuala Namu – Tebing Tinggi - Parapat b. Penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), Perjanjian Penjaminan dan Perjanjian Regress untuk Jalan Tol Serang – Panimbang dan Jalan Tol Cileunyi – Sumedang – Dawuan (Cisumdawu) dan; 
c. Penandatanganan Perjanjian Penjaminan dan Perjanjian Regress untuk jalan Tol Jakarta – Cikampek II (Elevated) dan Jalan Tol Krian – Legundi – Bunder – Manyar 
 
Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) nilai totalnya mencapai Rp.50,9 triliun untuk pembangunan tol sepanjang 362,02 kilometer (km). 
 
Nantinya, jalan tol Cisumdawu memiliki panjang 60 km dengan nilai investasi Rp.8,21 triliun. Sedangkan nilai investasi untuk Serang-Panimbang (84 km) dan Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Tebing Tinggi (143 km) masing-masing sebesar Rp. 5,3 triliun dan Rp. 13,4 triliun. 
 
PPJT ditandatangani Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dengan Badan Usaha Pemenang Lelang. Jalan tol Serang Panimbang dan jalan tol Cisumdawu termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016. 
 
Selain itu, Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated dan Jalan Tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar dan Jalan Tol Kuala Namu-Tebing Tinggi-Prapat telah diajukan untuk menjadi Proyek Strategis Nasional pada tahun 2017. 
 
“Ini merupakan keberhasilan pemerintah dalam mewujudkan percepatan penyediaan lima proyek jalan tol dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang juga selaku Ketua Komite Percepatan Persiapan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Rabu (22/2), di Jakarta. 
 
Hadir dalam acara ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. 
 
Menko Perekonomian berharap, penandatanganan ini dapat mendorong perkembangan ekonomi baik di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. "Jalan tol yang sedang dibangun ini diharapkan dapat memudahkan akses, mengurangi potensi kemacetan, dan meningkatkan pergerakan barang dan manusia sehingga dapat secara langsung meningkatkan perekonomian di area yang dilaluinya,” ujar Darmin. 
 
Darmin melanjutkan, kemajuan proyek jalan tol dengan skema KPBU ini sejalan dengan arahan Presiden Joko WIdodo untuk meningkatkan keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pasalnya, dengan keterbatasan Anggaran Pendpaatan dan Belanja Negara (APBN) dalam membiayai kebutuhan pembangunan di seluruh Indonesia sebesar 4.800 Triliun Rupiah, diharapkan pihak swasta dapat memberikan kontribusi sekitar 36% untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 
 
Penerapan partisipasi swasta perlu semakin didorong, terutama untuk proyek yang memiliki kelayakan finansial tinggi. “Partisipasi swasta perlu ditingkatkan agar anggaran Pemerintah dapat dioptimalkan untuk pembangunan lainnya, seperti program pengentasan kemiskinan dan pengembangan daerah terpencil,” sambung Darmin. 
 
Adapun penandatanganan perjanjian penjaminan untuk empat ruas jalan tol yaitu Jakarta - Cikampek II Elevated, Krian-Legundi-Bunder-Manyar, Cisumdawu dan Serang – Panimbang, yaitu Perjanjian Penjaminan Pemerintah antara Kementerian Keuangan dan Badan Usaha Jalan Tol serta Perjanjian Penjaminan antara PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (PT PII) dengan Badan Usaha Jalan Tol. 
 
Hal tersebut dilanjutkan dengan perjanjian regres untuk keempat ruas tol antara PT PII dengan Kementerian PUPR dan juga Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan dengan Menteri PUPR terkait penjaminan dalam proyek KPBU jalan tol. 
 
Perlu diketahui jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated memiliki nilai investasi sebesar Rp.14,77 triliun dan ruas jalan tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar nilai investasinya Rp9,22 triliun. Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol pada kedua ruas ini sebelumnya telah ditandatangani pada tanggal 5 Desember 2016.

Selasa, 21 Februari 2017

Survei Manulife: Investor Indonesia Menganggap Enteng Pengeluaran di Masa Pensiun

Jakarta - Survei yang dilakukan oleh Manulife baru-baru ini mengungkap bahwa investor Indonesia memiliki risiko yang tinggi akibat kurang siap menghadapi realitas finansial di masa pensiun nanti. Manulife Investor Sentimen Index (MISI) menemukan bahwa hampir seluruh investor (96%) yakin mereka akan tetap memiliki gaya hidup yang sama seperti saat ini atau bahkan akan lebih baik lagi di masa pensiun nanti, tanpa menyadari bahwa simpanan mereka akan terus menyusut akibat pengeluaran di masa pensiun, dan pada akhirnya akan membahayakan keuangannya.

Mayoritas investor optimis akan masa depan mereka, dengan 71% investor yakin bahwa mereka sudah berada di jalur yang tepat untuk mencapai beragam tujuan keuangannya, dan bahkan 10% investor yakin mereka akan melampaui target. Sebaliknya, hanya 19% investor yang merasa khawatir akan kehabisan uang pada masa pensiun nanti.

Terlepas dari optimisme para investor untuk mencapai target simpanannya, namun mereka tidak mengambil langkah-langkah yang memadai untuk melindungi masa depan keuangannya. Walaupun para investor menempatkan perencanaan pensiun sebagai salah satu prioritas keuangan yang utama, menempati peringkat kedua setelah pendidikan anak, namun hampir seperempat dari investor (24%) mengalokasikan kurang dari 10% tabungannya untuk simpanan dana pensiun. Selain itu, banyak (57%) yang berharap dapat mengumpulkan tabungan untuk masa pensiun sebesar maksimum        Rp 100 juta, yang akan habis dalam waktu dua sampai tiga tahun - dengan mempertimbangkan rata-rata pengeluaran rumah tangga mereka saat ini sebesar Rp 4 juta per bulan.

Karyadi Pranoto, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, mengatakan, “Senang sekali melihat investor di Indonesia sangat antusias mempersiapkan masa depan mereka. Namun untuk merasakan pensiun yang nyaman dibutuhkan waktu dan perencanaan yang tepat. Dan sayangnya, tidak ada jalan pintas untuk hal tersebut. Investor harus realistis akan biaya masa depan mereka, termasuk biaya kesehatan dan kewajiban pada keluarga.”


Investor tidak tahu bagaimana cara memaksimalkan kekayaan mereka

Survei ini juga mengungkapkan bagaimana sebagian investor masih salah dalam memahami produk investasi dan potensi keuntungannya, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan kekayaannya. Hampir semua investor (94%) masih beranggapan bahwa tabungan dan deposito adalah produk investasi.

Keengganan investor dalam mengambil risiko juga turut membatasi kemampuan mereka untuk mengumpulkan kekayaan. Hampir tiga perempat (74%) dari investor Indonesia lebih memilih investasi yang berisiko rendah. Hal ini terlihat dari menguatnya sentimen terhadap dana tunai yang meningkat, dari 71% di Q4 2015 menjadi 88% di tahun 2016. Dengan menempatkan mayoritas (60%) dana pensiunnya di produk non-investasi yang menawarkan risiko rendah namun memberikan imbal hasil yang rendah, sebagian besar investor (65%) merasa yakin bahwa mereka telah cukup melakukan diversifikasi portofolio.

Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia mengatakan, “Setiap investor berhak mendapatkan imbal hasil dari simpanan hasil jerih payahnya. Investasi pada saham dan obligasi sering kali memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan tabungan. Bagi investor yang tidak mengetahui bagaimana cara mengakses produk investasi tersebut, mereka harus mencari bantuan dari ahlinya. Khusus untuk investor muda, mereka harus mencari bantuan dari sumber yang terpercaya untuk memastikan bahwa mereka membuat pilihan yang terbaik untuk jangka panjang.”


Investor mengharapkan potensi imbal hasil yang berlebihan

Survei MISI juga mengungkap bahwa investor di Indonesia terus mengharapkan imbal hasil investasi yang tinggi. Tahun lalu, para investor mengharapkan imbal hasil rata-rata sebesar 11,6% untuk tahun 2017.

Legowo mengatakan, ”Para investor harus lebih realistis dalam mengharapkan tingkat imbal hasil yang bisa mereka dapatkan dalam waktu satu tahun. Dengan menyimpan sebagian besar kekayaannya dalam bentuk tabungan dan deposito jangka panjang, hampir bisa dipastikan bahwa mereka akan kesulitan untuk mencapai imbal hasil yang diharapkan. Jika mereka mau mengambil risiko yang lebih tinggi dan mengalokasikan sebagian kekayaannya pada produk seperti reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap, mereka akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan imbal hasil investasi yang sesuai dengan harapan.”

Pada tahun 2016, IHSG mencatat imbal hasil investasi sebesar +15,32%, sedangkan obligasi memberikan imbal hasil investasi sebesar +14,03%[1].

Legowo menutup dengan mengatakan, “Para investor harus membuat portofolio pensiun yang tepat bagi diri mereka. Tidak ada rumusan komposisi portofolio pensiun yang baku.  Setiap orang memiliki tingkat toleransi risiko dan harapan imbal hasil yang berbeda-beda.  Melakukan konsultasi dengan ahli keuangan dan memiliki perencanaan masa depan merupakan salah satu cara yang akan menguntungkan investor, terlepas dari apapun tujuan pensiunnya.”



Untuk temuan dan informasi lebih lanjut terkait Manulife Investor Sentiment Index di Asia, kunjungiwww.manulife-asia.com

Untuk informasi mengenai Manulife Investor Sentiment Index, kunjungi www.manulife.com

Senin, 20 Februari 2017

Menperin Ajak 50 Pengusaha Perancis Investasi di Sektor Industri

Menteri Perindustrian Airlangga mengajak sekitar 50 pimpinan perusahaan asal Perancis yang tergabung dalam Mouvementdes Entreprises de France (MEDEF) untuk meningkatkan investasi di Indonesia sekaligus bermitra dengan pelaku industri dalam negeri. Sektor-sektor yang akan dijajaki kerja sama, antara lain industri galangan kapal, perawatan pesawat, dan kereta api.

“Mereka lebih banyak ingin mengetahui peluang dan kepastian hukum untuk berinvestasi di Indonesia serta kebijakan di sektor industri seperti impor barang,” kata Menperin usai bertemu dengan Presiden MEDEF Pierre Gattaz beserta delegasi dan Duta Besar Perancis untuk Indonesia Jean-Charles Berthonnet di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (20/2).

Pada pertemuan tersebut, Airlangga menjelaskan, pemerintah Indonesia berkomitmen menciptakan iklim investasi yang kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan. “Kami optimistis, perekonomian di Indonesia akan lebih membaik tahun ini. Apalagi adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit,” tuturnya.
Airlangga sempat mengutip data Organisasi Pembangunan Industri PBB (UNIDO), yang menunjukkan nilai tambah industri Indonesia pada 2015 berkontribusi 1,93 persen terhadap nilai tambah industri dunia. Nilai ini sama dengan Inggris serta lebih besar dari kontribusi Rusia (1,77 persen), Meksiko (1,70 persen), dan Kanada (1,45 persen).
Airlangga juga menyampaikan beberapa kawasan industri di Tanah Air yang siap diisi oleh investor karena telah didukung dengan fasilitas penunjang seperti pelabuhan dan infrastruktur lainnya. “Misalnya, mereka yang ingin mengembangkan industri galangan kapal, kami tawarkan di kawasan industri Bitung, Sulawesi Utara. Kemudian, untuk pengembangan industri perawatan pesawat atau MRO, bisa di kawasan industri Bintan, Kepulauan Riau,” sebutnya.
Di samping itu, lanjut Airlangga, terdapat Kawasan Industri Sei Mangke, Sumatera Utara yang difokuskan pada pengembangan oleo chemical, Kawasan Industri Dumai, Riau dan Kawasan Industri Berau, Kalimantan Timur yang akan dibangun menjadi Palm Oil Green Economic Zone (POGEZ), serta Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.
“Dalam tiga tahun ke depan, kami juga mendorong percepatan pembangunan kawasan industri di Tanjung Buton, Tanah Kuning, Gresik, Kendal, dan Serang,” ungkap Airlangga. Hingga saat ini, sebanyak 73 kawasan industri yang telah beroperasi di seluruh Indonesia.
Menperin berharap, peningkatan investasi ini akan menambah kemitraan pelaku industri Indonesia dan Perancis. “Contohnya, Airbus dengan PT DI. Saat ini, juga tengah dijajaki kerja sama Airbus dengan Lapan dalam pembangunan pusat enjiniring. Untuk pengembangan kereta api, bisa dengan PT INKA. Selain itu, Michelin akan meningkatkan akses pasar di Indonesia untuk membangun bisnis retreading dan bisnis ban bekas,” ujarnya.
Ketua KADIN Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, yang turut mendampingi Menperin, menyambut baik pertemuan bilateral ini karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui investasi dengan adanya peningkatan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. “Kami akan memfasilitasi kerja sama kedua belah pihak, apabila pengusaha Perancis ingin mencari mitra lokal untuk menjalankan usahanya di Indonesia,” tandasnya.

Perlu diketahui, Perancis merupakan investor negara Eropa ketiga terbesar di Indonesia setelah Inggris dan Swiss, sementara secara keseluruhan Perancis menduduki peringkat ke-16 dalam daftar peringkat realisasi investasi Penanaman Modal Asing di Indonesia. Total nilai investasi Perancis di Indonesia dari tahun 2014-2016 sebanyak USD 352 juta dengan jumlah 671 proyek. Pada tahun 2016, investasi industri Perancis di Indonesia lebih difokuskan pada sektor baja, permesinan, dan elektronika.

Jumat, 17 Februari 2017

Menperin: Industri Petrokimia Korsel Investasi USD 4 M di Cilegon

Industri petrokimia di Indonesia akan semakin produktif dengan bertambahnya investasi baru di sektor tersebut. Seperti disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical akan segera merealisasikan investasinya sebesar USD 3-4 miliar untuk memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun. Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylenepropylene dan produk turunan lainnya.

“Mereka bakal investasi di Cilegon, Banten. Kami minta agar cepat terealisasi karena untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kimia di dalam negeri sehingga kita tidak perlu lagi impor,” kata Menperin seusai bertemu dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPMThomas Trikasih Lembong serta President & CEO Lotte Chemical Titan Holding Sdn. Bhd. Kim Gyo Hyun di Jakarta, Jumat (17/2).

Airlangga mengatakan, proyek ini akan memakan waktu hingga 4-5 tahun dengan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 9.000 orang. “Untuk tahap kontruksi, mereka akan menyerap tenaga kerja sekitar 6.000 orang dan ketika beroperasi butuh 3.000 orang,” terangnya.

Dengan kapasitas Lotte Chemical tersebut dan ditambah dengan ekspansi dari PT Chandra AsriPetrochemical Tbk., Indonesia mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis naphtha cracker sebanyak 3 juta ton per tahun sekaligus memposisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di ASEAN setelah Thailand, Singapura dan Malaysia.

“Lotte Chemical akan memproduksi ethylene 1 juta ton per tahun, propylene 600 juta ton, serta produk turunan lainnya seperti olefin dan aromatik,” jelas Direktur Industri Kimia Hulu, Muhammad Khayam. Bahan baku kimia tersebut dapat dimanfaatkan untuk sektor hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, dan farmasi.

“Belakangan ini, impor bahan kimia secara keseluruhan mencapai USD 5 miliar per tahun, tetapi denganadanya produksi ini akan mengurangi impor senilai USD 1,5 miliar per tahun,” ujarnya. Khayammenambahkan, Kementerian Perindustrian akan memfasilitasi pemberian insentif non-fiskal seperti tax allowance dan tax holiday bagi Lotte Chemical. “Untuk lahan, mereka sudah selesaikan. Jadi, diharapkan tahun ini realisasi investasinya bisa dimulai,” imbuhnya.

Kemenperin tengah memprioritaskan akselerasi pertumbuhan industri petrokimia di dalam negeri yang merupakan sektor strategis pendukung banyak sektor hilir. Apalagi, selama 15 tahun ini investasi di sektor hulu petrokimia hampir tidak ada.

Untuk itu, Kemenperin mengusulkan agar industri petrokimia termasuk sektor yang perlu mendapatkan penurunan harga gas karena sebagai sektor pengguna gas terbesar dalam proses produksinya. Dengan harga gas yang kompetitif, daya saing industri petrokimia nasional makin meningkat.

Kamis, 16 Februari 2017

Industri Komponen Kapal, Topang Kekuatan Maritim Nasional

Kementerian Perindustrian terus memacu pertumbuhan industri komponen perkapalan sebagai upaya mewujudkan kemandirian bangsa dalam pengembangan sektor kemaritiman. Karenanya, diperlukan keberpihakan untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri dan daya saing di tingkat global.
“Pemerintahan saat ini telah memprioritaskan industri kapal dalam pembangunan nasional, terutama untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Guti Putu Suryawirawan pada acara Forum Bisnis Peningkatan Penggunaan Komponen Kapal Dalam Negeri di Jakarta, Kamis (16/2).

Menurut Putu, industri perkapalan merupakan sektor strategis yang memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional dengan karakteristiknya sebagai industri padat karya, padat modal dan padat teknologi. Selain itu, sektor industri maritim tidak hanya mampu mendongkrak aktivitas ekonomi, tetapi juga sebagai simbol kedaulatan negara melalui penguatan konektivitas sarana transportasi laut. “Sektor ini berperan penting untuk menyatukan wilayah yang tersebar di Indonesia,” imbuhnya.
Sejak diterapkannya Inpres nomor 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional melalui pemberlakuan azas cabotage, terjadi peningkatan jumlah armada kapal berbendera Indonesia dari 6.041 unit pada Juni 2005 menjadi 13.224 unit pada Februari 2014.

“Meningkatnya armada tersebut tentunya akan dibarengi dengan peningkatan kebutuhan produk dan jasa industri maritim pendukung lainnya seperti komponen kapal,” ungkap Putu. Dengan demikian, diharapkan industri perkapalan nasional memanfaatkan peluang tersebut untuk menambah kapasitas dan kemampuannya dalam membuat kapal baru dan, yang terpenting, menggunakan komponen dalam negeri.
Langkah tersebut merupakan implementasi dari Instruksi Presiden No. 2 tahun 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). “Dalam hal ini, pemerintah terus berusaha mengamankan dan mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam negeri bagi kepentingan nasional khususnya untuk pengembangan industri perkapalan,” jelasnya.

Putu juga menegaskan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran bagi pemenuhan kebutuhan armada kapal melalui pembangunan kapal-kapal negara. “Adanya proyek-proyek pembangunan kapal baru, dapat juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta yang lebih penting adalah kemampuan untuk meningkatkan penguasaan teknologi,” terangnya.
Lebih lanjut, Putu menyatakan, industri galangan kapal turut menjadi pondasi penting dalam menunjang program poros maritim maupun tol laut. Kemenperin mencatat, jumlah galangan kapal di Indonesia telah mencapai sekitar 334 galangan kapal tersebar di seluruh Indonesia dengan meyerap tenaga kerja sebanyak 43 ribu orang.

Galangan kapal nasional saat ini mampu membangun berbagai jenis dan ukuran kapal sampai dengan kapasitas 50 ribu DWT dan mereparasi kapal sampai dengan 150 ribu DWT. Misalnya, kapal curah (bulk carrier) 50 ribu DWT, kapal ferry Ro-Ro 19 ribu DWT, tanker 30 ribu DWT, landing craft tank, LPG carrier, kapal penumpang, kapal patroli cepat dan lain-lain.
Ketua Umum Perkumpulan Industri Komponen Kapal Indonesia (PIKKI) Eki Komarudin mengatakan, pihaknya meminta kepada pemerintah dan pengusaha galangan kapal agar berpihak kepada industri komponen kapal dalam negeri. “Anggota PIKKI yang mayoritas IKM merupakan sektor padat karya, jadi kami berperan menyediakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan,” ujarnya.

Jumlah anggota PIKKI saat ini sekitar 60 unit usaha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia seperti Batam, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. “Kami ikut mengambil peran dalam mewujudkan program pemerintah di industri perkapalan sekaligus menjadikan industri komponen kapal dalam negeri semakin kuat, mandiri, dan maju dan jadi tuan rumah di negeri sendiri,” paparnya.
Eki mengungkapkan, kualitas komponen kapal yang diproduksi dalam negeri tidak kalah bersaing dengan produk impor. Namun, diakuinya, harga komponen lokal saat ini sedikit lebih mahal karena keterbatasan bahan baku. “Akan tetapi, apalah arti dari selisih harga sedikit tersebut, jika dibanding dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional khususnya industri komponen dalam negeri,” tuturnya.

Untuk itu, Eki juga berharap kepada pemerintah agar terus memberikan bantuan dan pembinaan terhadap pengembangan industri komponen kapal dalam negeri agar mampu berdaya saing global. “Percayalah, yang kami dapatkan dari APBN, pasti akan balik lagi melalui pajak-pajak yang kami bayarkan. Jadi ada take and give,” terangnya.