Kementerian
Perindustrian tengah menggalakkan transformasi pendidikan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) agar sesuai dengan kebutuhan dunia industri saat
ini. Langkah strategis yang dilakukan adalah melalui program pendidikan
vokasi yang link and match antara SMK dengan industri.
“Kami mendorong pendidikan kejuruan ini untuk diubah sistemnya, dari yang awalnya menitik beratkan ke pelajaran umum, menjadi spesialis. Jadi, siswa itu nanti belajar 50 persen di kelas dan 50 persen di industri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (27/7).
Menperin
menjelaskan, saat ini lulusan dari sekolah tingkat menengah di
Indonesia mencapai 3,3 juta siswa, sementara perguruan tinggi yang ada
hanya mampu menyerap sebanyak 1,7 juta siswa. Oleh karena itu, sekitar
1,6 juta siswa harus diarakan untuk masuk ke pasar kerja agar tidak
menambah tingkat pengangguran.
“Namun,
mayoritas dari mereka, setelah lulus belum siap bekerja,” ungkapnya.
Kondisi ini, menurut Airlangga, karena fasilitas dan peralatan praktik
yang dimiliki rata-rata SMK di Indonesia tertinggal dua generasi. Dengan
program link and match,
diharapkan para siswa SMK bisa belajar secara langsung mesin produksi
generasi saat ini yang digunakan oleh industri dalam proses produksinya,
“Misalnya di industri otomotif, para siswa SMK akan diajarkan mengenai pengelasan dan permesinan.Dan, untuk industri pertokimia, tentunya siswa SMK dari program studi kimia. Jadi sesuai,” imbuhnya. Didalam Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and
Match dengan Industri, disebutkan bahwa industri dapat membina sebanyak limaSMK di wilayahnya, dan setiap SMK bisa dibina lebih dari satu industri.
Sejauh ini, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match
antara SMK dengan industri untuk wilayah Jawa Timur serta wilayah Jawa
Tengah dan Yogyakarta. “Hingga tahap kedua, kami sudah memfasilitasi
kerja sama sebanyak 166 perusahaan dengan 626 SMK,” sebut Airlangga.
Program ini akan terus diluncurkan ke seluruh provinsi di Indonesia.
“Karena
pembangunan industri di Indonesia berbasis kewilayahan, maka
pengembangan SMK-nya juga berbasis kewilayahan. Untuk itu, kami pun
mengharapkan dukungan dan partisipasi yang kuat dari pemerintah daerah
baik itu kabupaten/kota maupun provinsi,” paparnya.
Pada hari Jumat, 28 Juli 2017, Kemenperin akan meluncurkan kembali program pendidikan vokasi yang link and match
antara SMK dengan industri untuk wilayah Jawa Barat, di Cikarang. “Pada
tahap ketiga ini, kami akan melibatkan sebanyak 140 perusahaan dengan
409 SMK,” ujar Airlanga.
Dalam kegiatan yang rencananya diresmikan oleh Presiden Joko Widodo tersebut, akan dilakukanpenandatanganan sebanyak 780 perjanjian kerja sama karena beberapa SMK dibina oleh lebih dari satuindustri, sesuai dengan program keahlian yang dimiliki.
“Pada tahun 2019, kami menargetkan program pendidikan vokasi industri ini akan melibatkan sebanyak 1.775 SMKdan 355 perusahaan dengan perkiraan jumlah lulusan tersertifikasi yang dihasilkan sebanyak 845.000 orang,” tutur Airlangga.
Kontribusi 25 persen
Menperin
meyakini, efek berganda dari program pendidikan vokasi adalah mampu
meningkatkan kinerja industri nasional sehingga dapat memberikan
kontribusi yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Apalagi,
selama ini industri merupakan penyumbang terbesar bagi PDB nasional
dibanding sektor lainnya.
“Industri
pengolahan non-migas telah berkontribusi sebesar 20 persen bagi
perekonomian nasional. Melalui pelaksanaan program vokasi industri, kami
menargetkan akan naik menjadi 25 persen. Saat ini, nilai kontribusi
industri kita setara dengan Jerman,” papar Airlangga.
Sementara
itu, berdasarkan data UNIDO, nilai tambah manufaktur di Indonesia
menempati posisi 10 besar dunia. Peringkat tersebut di atas capaian
Meksiko dan Spanyol, bahkan sejajar dengan Inggris. “Kami berharap,
mereka yang terlibat dalam program pendidikan vokasi bisa masuk ke
industri strategis nasional dan menjadi entrepreneur dalam membangun industri kecil dan menengah (IKM),” ujarnya.
Menperin
menjelaskan, pendidikan merupakan salah satu pilar penting bagi
pembangunan bangsa dan pemerataan ekonomi nasional. Pembekalan sumber
daya manusia (SDM) melalui pendidikan, diharapkan mampu menjawab
tantangan masa depan khususnya memacu pertumbuhan dan daya saing
industri dalam negeri.
“Pengembangan
pendidikan vokasi dinilai mampu menjadi solusi dalam menghadapi
persaingan pasar bebas terutama Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang
membutuhkan tenaga kerja berkompetensi tinggi,” tuturnya. Untuk itu,
peningkatan keterampilan SDM industri melalui pendidikan vokasi di
Indonesia, akan diarahkan memiliki nilai kompetensi yang sama di tingkat
regional dan global.
“Sehingga
mereka juga bisa bekerja di luar negeri dan sasarannya untuk ekonomi di
ASEAN akan terintergrasi karena seluruh tenaga kerjanya mampu mengisi
kebutuhan di dunia industri,” imbuhnya. Lebih jauh, menurut Airlangga,
pengembangan industri akan lebih mudah dijalankan karena mempunyai para
pekerja yang berbakat (talent pool).
Saat ini, pelaksanaan pendidikan vokasi industri semakin populer di dunia. Contohnya Swiss, yang sukses menerapkan Dual Vocational Education and Training (D-VET) system atau
model pendidikan kejuruan yang memadukan antara teori dengan praktik
lapangan sehingga lulusannya siap ditempatkan di dunia kerja. Oleh
karena itu, banyak perusahaan lebih tertarik merekrut para lulusan
kejuruan yang telah menguasai keahlian praktikal karena dianggap lebih
siap bekerja.
“Benefit yang akan didapat dari perusahaan adalah memperoleh tenaga kerja yang sudah terdidik sehingga bisa mengefisienkan cost pelatihan karena mereka sudah bisa langsung bekerja di unit-unit produksi. Kedua-duanya mendapat win-win solution,” tegas Airlangga.
Dalam program vokasi ini, Kemenperin juga meminta kepada para expert
di industri yang memasuki masa pensiun agar bisa menjadi guru untuk
mengajar di SMK. “Di samping itu, kami bersama Kementerian Keuangan
serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah berkoordinsi untuk
mengalokasikan anggaran per SMK bisa mendapat Rp500 juta supaya menambah
peralatan praktik yang terbaru,” ungkapnya.
Guna
menciptakan SDM industri yang terampil, Kemenperin pun membangun
politeknik di beberapa kawasan industri, seperti di Morowali, Sulawesi
Tengah yang dijadikan pusat pengembangan industri feronikel. “Kami sudah
memetakan pusat industri sesuai basis sumber daya alam di wilayah
setempat. Dengan dibangunnya politeknik, perusahaan juga diharapkan
merekrut putra-putri terbaik di daerah tersebut,” terangnya.
Menperin
menyampaikan, program pendidikan vokasi industri ini juga menjadi salah
satu loncatan cepat untuk menghadapi Industry 4.0 atau revolusi
industri keempat, dengan memanfaatkan antara lain melalui internet of things, advanced robotics, 3D printing, artificial intelligence, virtual and augmented reality. “Karena Industry 4.0, basis utamanya adalah knowledge,” ujarnya.
Selanjutya, pembangunan industri akan diarahkan untuk menciptakan ekonomi yang inklusif dengan mengembangkan e-market places. “Kemenperin mendorong pengembangan IKM, di antaranya melalui logistic center dan memfasilitasi program KITE serta pendalaman industri bagi yang skala besar, seperti industri semen, baja, pupuk, tekstil, dan makanan,” sebutnya.
Kemenperin
mendorong pula industri nasional untuk membangun pusat inovasi. “Jadi,
kami berharap agar ekosistem inkubasi itu tumbuh kembali. Kemudian,
persebaran wilayah industri sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo,
guna mewujudkan pembangunan yang Indonesia sentris. Dalam hal ini, kami
tengah memfasilitasi pembangunan 14 kawasan di luar Jawa, baik itu
kawasan eknomi khusus maupun kawasan industri,” pungkas Airlangga.