Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Indrawati menegaskan, saat ini rasio utang pemerintah terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) masih berada di bawah 30 persen dan defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada kisaran 2,5 persen.
Angka ini menurutnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara
G20 lainnya.
“Dengan defisit di kisaran 2,5 persen
Indonesia mampu tumbuh ekonominya di atas 5 persen, artinya stimulus
fiskal mampu meningkatkan perekonomian sehingga utang tersebut
menghasilkan kegiatan produktif. Dengan kata lain, Indonesia tetap
mengelola utang secara prudent (hati-hati),” tegas Sri Mulyani melalui akun instagramnya smindrawati, yang dipostingnya beberapa saat lalu.
Dijelaskan Sri Mulyani, sebelumnya,
pembangunan ini tertunda dan tidak maksimal karena dalam kurun waktu 20
tahun belakangan, Pemerintah Indonesia fokus menangani krisis ekonomi
1998 dan 2008.
Selain itu, lanjut Menkeu, dengan
tekanan pelemahan global tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan
fiskal ekspansif sebagai stimulus untuk mendorong ekonomi serta
melindungi masyarakat Indonesia.
Ia menegaskan, peran pemerintah sangat
penting dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi dalam negeri.
“Ketimpangan antara si miskin dan si kaya membutuhkan peran pemerintah
untuk meningkatkan belanja sosial, yang tujuannya untuk melindungi
kelompok termiskin agar tidak makin tertinggal,” tegas Sri Mulyani.
Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati
yang kini tengah berada di Hamburg, Jerman, untuk mendampingi Presiden
Jokowi menghadiri KTT G20 itu, penduduk Indonesia dengan demografi muda
memerlukan investasi pendidikan dan kesehatan yang besar.
Untuk itu, lanjut Menkeu, APBN akan
terus ditujukan untuk dapat mencukupi belanja pendidikan dan kesehatan
yang cukup besar ini, agar SDM Indonesia tidak tertinggal dari bangsa
lain.
“Oleh karena itu, penerimaan perpajakan
terus digenjot dengan reformasi pajak agar belanja dan biaya pembangunan
dapat dibiayai oleh pajak, bukan utang,” ujar Sri Mulyani.
Menkeu menegaskan, pemerintah akan terus
menjaga kebijakan fiskal dan defisit anggaran sesuai aturan perundangan
dan dilakukan secara hati-hati dan profesional, sehingga Indonesia
dapat terus maju dan sejahtera, namun tetap terjaga risiko keuangan dan
utangnya.
“Dengan demikian, bangsa ini akan
sejajar dengan negara maju di dunia dan mempunyai martabat yang tinggi
dengan tercapainya keadilan dan kemakmuran,” pungkas Sri Mulyani.
Defisit 2,92 Persen
Sebelumnya Menko Perekonomian Darmin Nasution yang mewakili Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja membahas RAPBNP 2017 bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis (6/7) mengemukakan, pemerintah menyiapkan postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017, yang diantaranya berisi proyeksi pencapaian defisit anggaran sebesar 2,92 persen terhadap PDB atau sekitar Rp397,2 triliun.
Sebelumnya Menko Perekonomian Darmin Nasution yang mewakili Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja membahas RAPBNP 2017 bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis (6/7) mengemukakan, pemerintah menyiapkan postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017, yang diantaranya berisi proyeksi pencapaian defisit anggaran sebesar 2,92 persen terhadap PDB atau sekitar Rp397,2 triliun.
Defisit anggaran tersebut lebih tinggi
dari proyeksi yang tercantum dalam APBN 2017 sebesar 2,41 persen
terhadap PDB, atau hampir mendekati batas yang diperkenankan dalam UU
yaitu tiga persen terhadap PDB.
Menurut Menko Perekonomian, meningkatkan
angka defisit itu terkait dengan penurunan target pendapatan negara
dalam RAPBN 2017 sebesar Rp1.714,1 triliun atau lebih rendah dari target
APBN sebesar Rp1.750,5 triliun.
Pendapatan tersebut terdiri atas target
penerimaan perpajakan sebesar Rp1.450,9 triliun dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak sebesar Rp260,1 triliun.
“Target penerimaan pajak nonmigas
disesuaikan turun Rp50 triliun agar lebih realistis, sejalan dengan
pencapaian pada 2016 serta upaya ekstra pada 2017,” kata Darmin.
Sedangkan, pagu belanja negara dalam
RAPBNP 2017 diproyeksikan mencapai Rp2.111,4 triliun atau mengalami
kenaikan dari pagu APBN sebesar Rp2.080,5 triliun.
“Belanja non Kementerian Lembaga naik
Rp26,5 triliun dari APBN, karena ada kenaikan subsidi Rp22,1 triliun,
kenaikan hibah Rp3,3 triliun dan kenaikan belanja lain-lain Rp5,7
triliun,” jelas Darmin.
Untuk menutup defisit anggaran tersebut,
menurut Menko Perekonomian, pemerintah menargetkan pembiayaan utang
sebesar Rp461,3 triliun atau meningkat dari target pembiayaan dalam APBN
sebesar Rp384,7 triliun.
Meski target defisit anggaran ditetapkan
sebesar 2,92 persen terhadap PDB, Menko Perekonomian meyakini terdapat
penghematan alamiah dari postur RAPBNP 2017 yang bisa menekan target
defisit anggaran tersebut.