Kementerian
Perindustrian fokus mendorong pelaku industri otomotif di Indonesia
agar terus berinovasi termasuk dalam upaya pengembangan teknologi kendaraan yang hemat energi dan ramah lingkungan. Langkah ini sebagai salah satu komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030.
“Teknologi kendaraanmasa depan tersebut, antara lain mengarah kepada advance dieselatau petrol engine, bahan bakar alternatif (biofuel), bahan bakar gas, hybrid, kendaraan listrik, dual fuel (gasoline-gas), dan fuelcell (hydrogen),” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (24/7).
Menperin menegaskan, pihaknya tengah menyelesaikan skema insentif untuk program kendaraan emisi rendah (low carbon emission vehicle/LCEV).
Program ini merupakan lanjutan dari program yang sudah bergulir
sebelumnya, yakni Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar dan Harga
Terjangkau (KBH2) atau low cost and green car (LCGC).
“Kebijakan
ini dapat terlaksana apabila BBM Euro IV sudah tersedia pada tahun 2019
atau lebih cepat,” ujarnya. Airlangga mengakui, mobil listrik bisa
menjadi alternatif teknologi otomotif yang ramah lingkungan, Namun,
penerapannya harus bertahap, tidak secara langsung. “Sebelum ke mobil listrik, kita sebaiknya masuk yang hybrid dulu," imbuhnya.
Lebih lanjut, pengembangan mobil listrik di Indonesia harus diawali dengan teknologi baterai, motor induksi, dan piranti lunak (software).
Selain itu, supaya kompetitif dibutuhkan keringanan buat pelaku
industri agar bisa terjangkau konsumen. "Mobil listrik kan mahal. Harus
ada insentif dari pemerintah,” ungkapnya.
Mengenai
penerapan standar emisi Euro IV, Airlangga menyatakan, pelaku industri
sudah siap untuk menjalankan aturannya. "Jadi jadwalnya Euro IV
mudah-mudahan sebelum Asian Games berlangsung, sehingga tinggal
pelaksanannya bagaimana industri dan supliernya, tier 1, tier 2 untuk
menyesuaikan," tuturnya.
Menperin
pun memastikan bahwa proyek mobil listrik sudah ada di dalam peta jalan
Kementerian Perindustrian untuk pengembangan industri otomotif di
Indonesia. Kemenperin mencatat, hingga saat ini, populasi mobil listrik di dunia sekitar 4 juta unit dan diperkirakan pada tahun 2020 mencapai 10 juta unit.
Kaji regulasi
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menjelaskan, dalam
pandangan Kemenperin, pengembangan mobil listrik adalah untuk
memfasilitasi dan mendorong agar industri kendaraan bermotor yang sudah
ada saat ini mampu menghasilkan kendaraan yang hemat energi dan ramah lingkungan. Ini berkaitan dengan keputusan standar emisi Euro IV yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Maret 2017.
"Jadi, bagaimana mendorong industri yang sudah ada mau masuk ke dalam produksi kendaraan listrik. Kan sudah ada industrinya. Kalau
harus produksi mesin listrik, harus pakai mesin berbeda. Kami minta
mereka (produsen) pelajari teknologinya, kira-kira butuh satu tahun" papar Putu.
Menurutnya, teknologi yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah mobil hybrid,
kendaraan yang menggunakan dua jenis teknologi untuk sumber tenaganya,
yakni mesin bensin dan baterai. “Dengan infrastruktur yang ada di
Indonesia, teknologi hybrid
lebih memungkinkan untuk diaplikasikan, dibandingkan mesin listrik
secara tunggal. Saat ini produsen otomotif Jepang pendekatannya lebih
pada pengembangan hybrid, bukan electric vehicle,” paparnya.
Oleh
sebab itu, Putu mengatakan, pemerintah perlu mengkaji kembali struktur
perpajakan kendaraan yang saat ini berlaku untuk menarik minat industri
otomotif di Indonesia memproduksi mobil listrik. Agar hal tersebut bisa
menjadi insentif bagi pelaku industri kendaraan.
“Insentifnya
lagi dibicarakan, tetapi wajib mengacu pada Tingkat Kandungan Dalam
Negeri (TKDN). Kalau LCGC, itu sudah mencapai 80 persen komponen
lokalnya. Kalau mobil listrik belum ditentukan, masih dibahas,”
ungkapnya.
Putu
juga menyampaikan, bisa saja mobil listrik yang dijual di Indonesia
bakal bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). “Hitungannya kan
dari seberapa emisi yang dikeluarkan, semakin kecil semakin tinggi
insentifnya. Kalau listrik seharusnya nol, kan tanpa emisi sama sekali,”
lanjutnya.
Sementara
itu, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia
(Gaikindo), Johannes Nangoi mengatakan sebaiknya pemerintah fokus dulu
terhadap aturan Euro IV yang baru akan mulai diberlakukan pada tahun
depan.
Selain
itu, menurutnya, beberapa produsen telah siap untuk mengembangkan mobil
listrik karena teknologinya sudah ada. “Hanya saja regulasi perpajakan
dan kebijakan fiskal harus bisa diselesaikan agar tidak bermasalah
ketika mobil listrik diluncurkan,” ujarnya.