Kamis, 14 September 2017

Produksi CPO Akan Capai 42 Juta Ton, Kemenperin Pacu Industri Hilir

Kementerian Perindustrian konsisten untuk mendorong pertumbuhan populasi industri hilir pengolahan minyak sawit di dalam negeri. Hal ini karena produksi CPO nasional diperkirakan mencapai 42 juta ton pada tahun 2020.

“Hilirisasi industri akan meningkatkan nilai tambah dan kemampuan dalam menghasilkan produk yang beragam dan inovatif,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Peresmian Pabrik Oleokimia PT. Energi Sejahtera Mas di Kawasan Lubuk Gaung, Dumai, Riau, Kamis (14/9).

Menurut Menperin, salah satu sektor hilir minyak sawit yang tengah dipacu pengembangannya adalah subsektor industri oleokimia. “Pasar produk oleokimia, baik di domestik maupun ekspor, masih terbuka luas karena merupakan kebutuhan bahan baku bagi sejumlah industri,” ujarnya.

Airlangga menyampaikan, pemerintah mengapresiasi langkah Sinar Mas Group dan Cepsa Spain sebagai penggagas Sinar Mas Cepsa atau PT. Energi Sejahtera Mas, yang membangun pabrik oleokimia di pusat produksi minyak sawit nasional sehingga terintegrasi proses produksinya dari hulu sampai hilir.

“Selain itu, perusahaan akan menyediakan fasilitas riset dan pengembangan teknologi untuk inovasi produk yang berdaya saing dalam upaya menyesuaikan tren terbarukan masyarakat dunia,” tuturnya.

Menperin meyakini keberadaan pabrik ini bisa menghidupkan aktivitas ekonomi sekitar Kota Dumai dan Provinsi Riau. Untuk itu, pabrik oleokimia ini diharapkan menjalin kemitraan antara industri pengolahan dengan petani sawit sebagai pemasok bahan baku sehingga akan tercipta pemerataan kesejahteraan bersama.

“Sebagai pembina sektor industri nasional, kami senantiasa memberikan dukungan agar pabrik ini dapat terus beroperasi secara berkelanjutan, menciptakan nilai tambah dengan aneka produk hilir yang inovatif, hingga mampu memperkuat struktur industri hilir sawit yang terintegrasi di Indonesia,” ungkap Airlangga.

Dalam mendukung kemudahan investasi sektor industri hilir minyak sawit di dalam negeri, Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan dua kebijakan strategis, yaitu pengamanan bahan baku berupa tarif bea keluar dan dana perkebunan yang pro industri, serta pemberian insentif fiskal dan non fiskal untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Alhasil, Kemenperin mencatat, terdapat pertumbuhan industri hilir minyak sawit sekitar 46 persen pada kurun waktu 2011-2014 pasca pemberlakukan PMK No. 128/2011 tentang tarif Bea Keluar dan PP No. 52 Tahun 2011 serta  PMK No. 130 tahun 2011 tentang Insentif Tax Allowance dan Tax Holiday.

Sementara itu, Sinar Mas Cepsa telah memanfaatkan fasilitas Pembebasan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) selama tujuh tahun. Fasilitas tersebut hanya dikhususkan bagi industri pioner dengan tingkat teknologi tinggi. Aspek eksternalitas yang luas, dan menciptakan rantai forward dan backward linkage bagi perekonomian regional dan nasional.

Perluas pasar ekspor

Pada kesempatan tersebut, Menperin juga mengatakan, kerja sama antara Sinar Mas Agribusiness and Food dengan Cepsa, perusahaan energi asal Spanyol ini tidak hanya dilihat dari sisi bisnis, namun dapat memperluas pintu ekspor sawit Indonesia ke pasar Eropa. “Jaringan bersama Eropa sangat penting. Untuk itu, joint venture diharapkan akan membawa nama baik bagi CPO Indonesia,” ujarnya.

Airlangga menambahkan, industri sawit merupakan salah satu sektor strategis bagi Indonesia karena sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia. Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja mencapai 21 juta orang baik secara langsung maupun tidak langsung. “Kontribusi kelapa sawit juga mencapai USD20 miliar pada tahun 2016,” tuturnya.

Dalam bidang industri pengolahan, Indonesia berpeluang menjadi pusat industri sawit global untuk keperluan pangan, non pangan, dan bahan bakar terbarukan. Kemenperin mencatat, Indonesia berkontribusi sebesar 48 persen dari produksi CPO dunia dan menguasai 52 persen pasar ekspor minyak sawit. “Ini menjadi kekuatan yang sangat besar pada konstelasi pasar domestik dan internasional bagi produk hilir minyak nabati,” imbuh Airlangga.

Chairman Sinar Mas Agribusiness and Food Franky O. Widjaja mengungkapkan, usaha patungan ini diciptakan dengan visi untuk menjadi produsen alkohol lemak berbasis nabati serta turunannya yang terdepan dengan skala global dan dengan pasokan bahan baku yang berkelanjutan.

Apalagi, penjualan alkohol lemak berbasis nabati kian diminati sebagai bahan baku untuk produk perawatan pribadi dan deterjen cair. “Upaya kami ini untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk turunan kelapa sawit dan terus menciptakan lapangan kerja di Indonesia,” ucapnya.

Pabrik oleokimia yang menelan nilai investasi mencapai Rp4,77 triliun ini akan memproduksi asam lemak dan lemak alkohol berkapasitas 160.000 metrik ton per tahun dan memiliki pangsa pasar di kawasan Asia, Eropa Timur dan Eropa Barat. Pabrik ini secara langsung memberikan lapangan pekerjaan bagi 300 tenaga kerja Indonesia.

“Kami akan mendukung pertumbuhan industri bahan kimia di Indonesia melalui transfer pengetahuan serta penerapan teknologi terdepan yang berkelanjutan,” kata Deputy CEO Sinar Mas Cepsa, José María Solana.

Pabrik di Dumai ini sepenuhnya telah beroperasi secara mandiri dengan mampu menghasilkan listrik serta mengolah limbah dan logistiknya sendiri. Selain itu, pabrik ini berlokasi strategis karena bersebelahan dengan Kilang minyak Lubuk Gaung milik Sinar Mas Agribusiness and Food yang memasok minyak inti sawit untuk pabrik tersebut. Kilang Minyak Lubuk Gaung telah memperoleh sertifikasi RSPO dan dapat ditelusuri asal bahan bakunya.

"Kami juga memiliki area tanam dengan total luas nasional mencapai lebih 480 ribu hektare dan menciptakan lapangan kerja 170.700 tenaga kerja indonesia," ujar Vice Chairman dan CEO Cepsa Pedro Mino. Di Indonesia, perusahaan ini akan melakukan kegiatan budidaya dan pengolahan tandan buah segar menjadi CPO dan inti sawit, serta penyulingan jadi produk minyak goreng, margarin, biodiesel.