Kementerian
Perindustrian konsisten untuk mendorong pertumbuhan populasi industri
hilir pengolahan minyak sawit di dalam negeri. Hal ini karena produksi
CPO nasional diperkirakan mencapai 42 juta ton pada tahun 2020.
“Hilirisasi
industri akan meningkatkan nilai tambah dan kemampuan dalam
menghasilkan produk yang beragam dan inovatif,” kata Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto pada Peresmian Pabrik Oleokimia PT.
Energi Sejahtera Mas di Kawasan Lubuk Gaung, Dumai, Riau, Kamis (14/9).
Menurut
Menperin, salah satu sektor hilir minyak sawit yang tengah dipacu
pengembangannya adalah subsektor industri oleokimia. “Pasar produk
oleokimia, baik di domestik maupun ekspor, masih terbuka luas karena
merupakan kebutuhan bahan baku bagi sejumlah industri,” ujarnya.
Airlangga
menyampaikan, pemerintah mengapresiasi langkah Sinar Mas Group dan
Cepsa Spain sebagai penggagas Sinar Mas Cepsa atau PT. Energi Sejahtera
Mas, yang membangun pabrik oleokimia di pusat produksi minyak sawit
nasional sehingga terintegrasi proses produksinya dari hulu sampai
hilir.
“Selain
itu, perusahaan akan menyediakan fasilitas riset dan pengembangan
teknologi untuk inovasi produk yang berdaya saing dalam upaya
menyesuaikan tren terbarukan masyarakat dunia,” tuturnya.
Menperin
meyakini keberadaan pabrik ini bisa menghidupkan aktivitas ekonomi
sekitar Kota Dumai dan Provinsi Riau. Untuk itu, pabrik oleokimia ini
diharapkan menjalin kemitraan antara industri pengolahan dengan petani
sawit sebagai pemasok bahan baku sehingga akan tercipta pemerataan
kesejahteraan bersama.
“Sebagai
pembina sektor industri nasional, kami senantiasa memberikan dukungan
agar pabrik ini dapat terus beroperasi secara berkelanjutan, menciptakan
nilai tambah dengan aneka produk hilir yang inovatif, hingga mampu
memperkuat struktur industri hilir sawit yang terintegrasi di
Indonesia,” ungkap Airlangga.
Dalam
mendukung kemudahan investasi sektor industri hilir minyak sawit di
dalam negeri, Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan dua
kebijakan strategis, yaitu pengamanan bahan baku berupa tarif bea keluar
dan dana perkebunan yang pro industri, serta pemberian insentif fiskal
dan non fiskal untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Alhasil,
Kemenperin mencatat, terdapat pertumbuhan industri hilir minyak sawit
sekitar 46 persen pada kurun waktu 2011-2014 pasca pemberlakukan PMK No.
128/2011 tentang tarif Bea Keluar dan PP No. 52 Tahun 2011 serta PMK No. 130 tahun 2011 tentang Insentif Tax Allowance dan Tax Holiday.
Sementara
itu, Sinar Mas Cepsa telah memanfaatkan fasilitas Pembebasan Pajak
Penghasilan Badan (PPh Badan) selama tujuh tahun. Fasilitas tersebut
hanya dikhususkan bagi industri pioner dengan tingkat teknologi tinggi.
Aspek eksternalitas yang luas, dan menciptakan rantai forward dan backward linkage bagi perekonomian regional dan nasional.
Perluas pasar ekspor
Pada
kesempatan tersebut, Menperin juga mengatakan, kerja sama antara Sinar
Mas Agribusiness and Food dengan Cepsa, perusahaan energi asal Spanyol
ini tidak hanya dilihat dari sisi bisnis, namun dapat memperluas pintu
ekspor sawit Indonesia ke pasar Eropa. “Jaringan bersama Eropa sangat
penting. Untuk itu, joint venture diharapkan akan membawa nama baik bagi CPO Indonesia,” ujarnya.
Airlangga
menambahkan, industri sawit merupakan salah satu sektor strategis bagi
Indonesia karena sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia. Sektor
ini mampu menyerap tenaga kerja mencapai 21 juta orang baik secara
langsung maupun tidak langsung. “Kontribusi kelapa sawit juga mencapai
USD20 miliar pada tahun 2016,” tuturnya.
Dalam
bidang industri pengolahan, Indonesia berpeluang menjadi pusat industri
sawit global untuk keperluan pangan, non pangan, dan bahan bakar
terbarukan. Kemenperin mencatat, Indonesia berkontribusi sebesar 48
persen dari produksi CPO dunia dan menguasai 52 persen pasar ekspor
minyak sawit. “Ini menjadi kekuatan yang sangat besar pada konstelasi
pasar domestik dan internasional bagi produk hilir minyak nabati,” imbuh
Airlangga.
Chairman
Sinar Mas Agribusiness and Food Franky O. Widjaja mengungkapkan, usaha
patungan ini diciptakan dengan visi untuk menjadi produsen alkohol lemak
berbasis nabati serta turunannya yang terdepan dengan skala global dan
dengan pasokan bahan baku yang berkelanjutan.
Apalagi,
penjualan alkohol lemak berbasis nabati kian diminati sebagai bahan
baku untuk produk perawatan pribadi dan deterjen cair.
“Upaya kami ini untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk turunan
kelapa sawit dan terus menciptakan lapangan kerja di Indonesia,”
ucapnya.
Pabrik
oleokimia yang menelan nilai investasi mencapai Rp4,77 triliun ini akan
memproduksi asam lemak dan lemak alkohol berkapasitas 160.000 metrik
ton per tahun dan memiliki pangsa pasar di kawasan Asia, Eropa Timur dan
Eropa Barat. Pabrik ini secara langsung memberikan lapangan pekerjaan bagi 300 tenaga kerja Indonesia.
“Kami
akan mendukung pertumbuhan industri bahan kimia di Indonesia melalui
transfer pengetahuan serta penerapan teknologi terdepan yang
berkelanjutan,” kata Deputy CEO Sinar Mas Cepsa, José María Solana.
Pabrik
di Dumai ini sepenuhnya telah beroperasi secara mandiri dengan mampu
menghasilkan listrik serta mengolah limbah dan logistiknya sendiri.
Selain itu, pabrik ini berlokasi strategis karena bersebelahan dengan
Kilang minyak Lubuk Gaung milik Sinar Mas Agribusiness and Food yang
memasok minyak inti sawit untuk pabrik tersebut. Kilang Minyak Lubuk
Gaung telah memperoleh sertifikasi RSPO dan dapat ditelusuri asal bahan
bakunya.
"Kami
juga memiliki area tanam dengan total luas nasional mencapai lebih 480
ribu hektare dan menciptakan lapangan kerja 170.700 tenaga kerja
indonesia," ujar Vice Chairman dan CEO Cepsa Pedro Mino. Di Indonesia,
perusahaan ini akan melakukan kegiatan budidaya dan pengolahan tandan
buah segar menjadi CPO dan inti sawit, serta penyulingan jadi produk
minyak goreng, margarin, biodiesel.