Nilai
ekspor batik dan produk batik sampai dengan semester I tahun 2017
mencapai USD39,4 juta dengan tujuan pasar utamanya ke Jepang, Amerika
Serikat (AS), dan Eropa. Capaian ini menandai bahwa industri batik
nasional memiliki daya saing yang komparatif dan kompetitif di pasar
internasional.
“Indonesia telah menjadi market leader yang
menguasai pasar batik dunia. Makanya, batik yang menjadi identitas
bangsa kita, semakin populer dan mendunia,” kata Sekjen Kementerian
Perindustrian Haris Munandar mewakili Menteri Perindustrian pada
pembukaan Pameran Hari Batik Nasional (HBN) 2017 di Plasa Pameran
Industri, Jakarta, Selasa (26/9).
Sekjen
meyakini, potensi pasar ekspor batik nusantara masih bisa ditingkatkan,
mengingat perdagangan produk pakaian jadi dunia sebesar USD442 miliar.
“Ini menjadi peluang besar bagi industri batik kita untuk memperluas
pangsa pasarnya karena batik sebagai salah satu bahan baku bagi produk
pakaian jadi,” tuturnya.
Apalagi,
saat ini batik bertransformasi menjadi beragam bentuk produk fesyen,
kerajinan dan dekorasi rumah yang telah mampu menyentuh lapisan
masyarakat luas dari berbagai kelompok usia, golongan, dan pekerjaan.
“Bahkan, tokoh-tokoh dunia seperti Barrack Obama dan Bill Gates senang
menggunakan batik. Kita rakyat Indonesia, juga harus bangga menggunakan
batik,” tegas Haris.
Sesuai tema Pameran HBN 2017: Menjaga Warisan Budaya Batik Indonesia, Sekjen
mengingatkan, sebagai warga negara Indonesia semestinya dapat
melestarikan warisan budaya nusantara tersebut. Banyak cara untuk
melakukannya. Salah satu contohnya yang perlu diaperesiasi adalah upaya
sinergi antara Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM)
Kemenperin dengan Yayasan Batik Indonesia dalam penyelenggaraan pameran
HBN ini, yang dilaksanakan pada 26-29 September 2017.
Menurut Haris, langkah kolaborasi antara pihak akademisi (Academics), pelaku usaha (Business), pemerintah (Government), dan komunitas (Community) atau
disebut ABGC menjadi sangat penting guna mewujudkan pelestarian budaya
dan pengembangan industri batik nasional secara berkelanjutan.
Sebelumnya,
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pihaknya terus
meningkatkan produktivitas dan daya saing industri nasional agar mampu
menghasilkan produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif. Selain
didukung dengan sumber daya alam yang melimpah, potensi tersebut bisa
tercapai karena juga adanya kebijakan pro bisnis dari pemerintah.
“Di tengah ketatnya persaingan global, beberapa produk Indonesia mampu kompetitif dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perdagangan dunia. Tentunya ini dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Dirjen
IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih mengemukakan, pelaku IKM nasional
segera memanfaatkan platform digital untuk menjangkau konsumen semakin
besar. “Selain memfasilitasi melalui kegiatan promosi dan pameran, yang tidak kalah penting adalah kami telah memiliki program e-Smart IKM untuk peningkatan akses pasar mereka terutama di pasar online yang potensinya sangat besar,” jelasnya.
Regenerasi pembatik
Dalam
upaya pengembangan industri batik nasional secara berkelanjutan, upaya
yang perlu dilakukan adalah meregenerasi perajin batik. Pasalnya,
sebagian besar pembatik di Indonesia telah berusia di atas 40 tahun.
“Kami
melihat, jumlah anak muda yang mau menjadi perajin batik masih sangat
terbatas. Untuk itu, regenerasi menjadi hal yang penting untuk menjaga
keberlanjutan industri batik,” ujar Sekjen Kemenperin Haris Munandar.
Oleh
karenanya, Kemenperin bersama pemangku kepentingan terkait gencar
melakukan sosialisasi dan memberikan edukasi keterampilan membatik
kepada para generasi muda mulai dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi. “Kita harus dapat meyakinkan kepada para generasi muda
bahwa profesi menjadi perajin batik atau bisnis di industri batik
memiliki prospek yang menjanjikan,” lanjutnya.
Menurut
Haris, industri batik selama ini memiliki peran penting sebagai
penggerak perekonomian regional dan nasional, penyedia lapangan kerja,
serta penyumbang devisa negara. Kemenperin mencatat, pelaku usaha batik
di Indonesia didominasi oleh sektor IKM yang tersebar di 101 sentra yang
sebagian besar tersebar di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan D.I
Yogyakarta.
Jumlah
tenaga kerja yang terserap di sentra IKM batik mencapai 15 ribu orang.
Pada tahun 2016, nilai ekspor kain batik dan produk batik mencapai
USD149,9 juta.
Selain
meningkatkan kompetensi SDM, Kemenperin juga aktif melaksanakan
pengembangaan kualitas produk, standardisasi, serta fasilitasi mesin dan
peralatan untuk memacu daya saing dan kapasitas produksinya. “Kami pun
telah mendorong pelaku industri batik agar memanfaatkan berbagai
fasilitas pembiayaan seperti KUR, LPEI dan insentif lain untuk
memperkuat struktur modalnya,” paparnya.
Di sampung itu, Gati menyampaikan, pihaknya terus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas dalampengembangan batik warna alam Indonesia.“Misalnya, pengembangan batik warna alam yang memiliki ketahanan cuci dan gosok, sehingga warnanya lebih tahan lama. Untuk itu, diperlukan teknik pewarnaan alam yang lebih efisien,” tuturnya.
Batik merupakan warisan budaya tak benda asli Indonesia. UNESCO mengukuhkan batik Indonesia sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity pada tanggal 2 Oktober 2009. Prestasi ini sangat membanggakan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain
itu, pengakuan internasional tersebut juga telah membangkitkan semangat
para perajin dan industri batik nasional untuk terus mengembangkan
usahanya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.