Kementerian
Perindustrian mendorong peningkatan investasi yang signifikan dari para
pelaku industri Korea Selatan, salah satunya sektor otomotif. Pasalnya,
selama ini perusahaan kendaraan asal Negeri Ginseng tersebut, Hyundai
Motor Corporation (HMC) hanya memiliki satu pabrik perakitan di
Indonesia untuk memproduksi satu jenis mobil.
“Sebelumnya,
kami telah berbincang dengan pihak Hyundai Motor. Mereka memang minat
berinvestasi di Indonesia. Untuk itu, ketika bertemu dengan Bapak Dubes
dari Korea, kami juga membahas tentang rencana ekspansi tersebut,” kata
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai menerima Duta Besar
Korea Selatan untuk Indonesia, Taiyong Cho di Kementerian Perindustrian,
Jakarta, Kamis (26/10).
Menurut
Menperin, industri otomotif merupakan salah satu sektor strategis yang
menjadi tolak ukur dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hingga Juni
2017, penjualan mobil domestik mencapai 533.537 dan diproyeksikan
sepanjang tahun ini sekitar 1,1 juta unit. Kemudian, industri otomotif
nasional juga akan meningkatkan performanya dengan menambah kapasitas
produksi menjadi 2,2 juta unit per tahun.
Sedangkan, ekspor mobil hingga Juni 2017 mencapai 113.269 unit dan ditargetkan sampai akhir tahun ini sebanyak 200 ribu unit. "Pada tahun 2015 kita sudah surplus USD 466 juta, dan akhir tahun 2016 meningkat menjadi USD 600 juta. Jadi kita sudah menjadi net exporter dari sektor otomotif," imbuhnya.
Airlangga
menjelaskan, Indonesia memiliki potensi bagus untuk pengembangan
manufaktur otomotif skala global. Hal ini karena pangsa pasarnya yang
terbesar di Asia Tenggara dengan kontribusi sepertiga total permintaan pasar ASEAN atau senilai USD1 triliun dari USD2,3 triliun. “Kekuatan ini dapat dijadikan sebagai basis produksi bagi pabrikan untuk memenuhi kebutuhan domestik atau ekspor,” tuturnya.
Selain
itu, didukung pula sebanyak 1.500 perusahaan komponen di dalam negeri
mulai lapis pertama hingga ketiga. “Saat ini, jumlah tenaga kerja kita
di sektor otomotif mencapai satu juta orang. Apabila digabung dengan
industri pendukungnya, bisa lebih dari lima juta tenaga kerja,” ungkap
Airlangga. Bahkan, Kemenperin telah memfasilitasi pembangunan kawasan
industri bagi investor otomotif.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan menyampaikan, beberapa hal yang menjadi perhatian HMC dalam rencana investasi di Indonesia, antara lain terkait kebijakan, fasilitas fiskal, dukungan komponen, dan kemitraan dengan pelaku industri lokal.
“Mengenai kebijakan, kami telah menyampaikan bahwa pengembangan industri otomotif di Indonesia saat ini ke arah Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang berorientasi pada pasar tujuan ekspor,” jelasnya. Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2017 tentang Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih.
Menurut Putu, HMC tertarik untuk mengembangkan basis produksi kendaraan bermotor di ASEAN, dimana Indonesia dipertimbangkan menjadi salah satu negara tujuan investasi untuk membangun fasilitas perakitan station wagon dan sedan dalam bentuk completely knock down (CKD) dan incompletely knock down (IKD) yang berasal dari India. “Selain itu, mereka ingin pendalaman industri komponen dan spare parts di Indonesia,” imbuhnya.
Lebih lanjut, guna meningkatkan daya saing produknya di Indonesia, HMC mengusulkan penurunan tarif bea masuk atas impor CKD dari India. Menanggapi usulan tersebut, Putu menyampaikan, saat ini tarif yang berlaku atas impor kendaraan bermotor dalam keadaan CKD dalam ASEAN-India FTA (AIFTA) adalah sebesar 5 persen dan dapat diturunkan menjadi 0 persen secara unilateral. “Hal tersebut tergantung pada komitmen dari investasi dan pendalaman struktur industri yang akan dilakukan HMC di Indonesia,” terangnya.
Bidik tiga sektor
Pada
kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga
mengungkapkan, Indonesia dan Korea Selatan berkomitmen untuk terus
menguatkan kerja sama di sektor industri. Adapun peluang sinergi
bilateral pada sektor manufaktur yang juga akan dikembangkan, di
antaranya adalah industri baja, petrokimia, dan permesinan.
“Upaya
ini sehubungan dengan rencana kunjungan kenegaraan Presiden Korea
Selatan ke Indonesia pada tanggal 8-10 November 2017,” ujarnya. Untuk
itu, antara Kementerian Perindustrian RI dengan Kementerian Perdagangan,
Industri, dan Energi Korea Selatan telah menginisiasi langkah
pengembangan kerja sama di ketiga sektor industri potensial tersebut.
“Kesepatakan
ini akan di tuangkan dalam satu MoU yang diharapkan dapat
ditandatangani oleh menteri dari kedua belah pihak saat kunjungan
kenegaraan tersebut,” kata Menperin.
Airlangga menjelaskan, pihaknya tengah membidik investor Korea Selatan, yakni Lotte Chemical Titan agar segera merealisasikan penanaman modalnya sebesar USD3-4 miliar yang akan memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun. “Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain,” ujarnya.
Apalagi,
Kementerian Perindustrian tengah memfokuskan industri petrokimia
sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pembangunannya di dalam negeri karena berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika hingga farmasi.
Kemenperin
juga telah mengusulkan agar industri petrokimia termasuk sektor yang
perlu mendapatkan penurunan harga gas karena sebagai sektor pengguna gas
terbesar dalam proses produksinya. “Dengan harga gas yang kompetitif,
daya saing industri petrokimia nasional makin meningkat,” tegas
Airlangga.
Di
samping itu, sektor strategis lainnya yang sedang dipacu
pengembangannya di Indonesia adalah industri baja. Upaya ini untuk
mendorong pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten yang akan memproduksi 10 juta ton baja pada tahun 2025. “Sektor ini sebagai mother of industry karena produknya merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lainnya,” jelas Airlangga.
PT
Krakatau Steel (KS) dan perusahaan baja Korea Selatan, Posco telah
berkomitmen untuk mendukung pembangunan klaster 10 juta ton baja
tersebut. Saat ini, kapasitas produksi PT KS digabungkan dengan PT Krakatau Posco (perusahaan patungan PT KS dan Posco) di Cilegon telah
mencapai 4,5 juta ton, dan segera meningkat kembali dengan
beroperasinya pabrik HSM#2 berkapasitas 1,5 juta ton pada akhir tahun
2019, sehingga total akan mencapai 6 juta ton.
Berdasarkan catatan BKPM, Korea Selatan adalah
investor nomor tiga terbesar di Indonesia. Di sektor industri
manufaktur, perusahaan-perusahaan Korea Selatan berkontribusi hingga 71
persen dari total investasi selama lima tahun terakhir sebesar USD7,5
miliar. Bahkan, pabrik-pabrik tersebut mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 900 ribu orang.