Hampir
enam dekade, Indonesia dan Jepang menjadi mitra strategis dalam upaya
pembangunan ekonomi kedua negara. Oleh karena itu, diperlukan kelanjutan
penguatan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan, seperti
pengembangan di sektor industri.
“Menjelang
perayaan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang pada 2018 nanti,
kami ingin menjadikan momentum penting bagi kedua belah pihak untuk
sama-sama memajukan perekonomian guna menyejahterakan rakyat,” kata
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta sebelum melakukan
kunjungan kerja ke Jepang, Senin (16/10).
Selama
enam hari, mulai tanggal 16-21 Oktober 2017, Menperin memiliki beberapa
agenda pertemuan dengan para pelaku industri dan pemangku kepentingan
terkait asal Negeri Sakura, di antaranya jajaran direksi Fujitrans
Corporation, Mitsubishi Motors, JFE Steel, dan Sango Corporation.
Selain itu, delegasi Japan Indonesia Economic Committee (JIEC), The Japan External Trade Organization (JETRO), Nagoya Chamber of Commerce and Industry (NCCI), pemerintah daerah Aichi dan Ogawa, serta menghadiri Indonesia Investment and Business Forum (IIBF).
Menperin
berharap, dari kegiatannya tersebut dapat tercapai kesepakatan bersama
untuk menumbuh kembangkan sektor manufaktur melalui peningkatan
investasi dan perluasan pasar. “Semoga semakin banyak kolaborasi yang
terjalin antara pengusaha kedua negara sehingga bisa lebih berdaya saing
dan saling melengkapi,” ujarnya.
Menteri
Airlangga menegaskan, pihaknya selama ini tidak hanya mendorong
penanaman modal dari perusahaan manufaktur Jepang skala besar, tetapi
juga berupaya menggandeng kerja sama yang menyasar pada pengembangan
teknologi dan inovasi, sumber daya manusia, serta industri kecil dan
menengah (IKM) di Indonesia.
“Kami
selalu sampaikan, Indonesia memiliki potensi pasar domestik yang sangat
besar, terutama di tingkat ASEAN. Untuk meningkatkan iklim investasi di
Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan
ekonomi yang tujuannya mempermudah usaha bagi para investor,” paparnya.
Menperin
optimistis terhadap peningkatan arus investasi sektor industri yang
akan masuk di Indonesia khususnya dari Jepang. Kemenperin mencatat, pada
tahun 2016, penanaman modal asing secara keseluruhan tercatat mencapai
USD16,68 miliar. Sedangkan, nilai investasi Jepang ke Indonesia sebesar
USD5,4 miliar pada tahun 2016 atau naik 86 persen dibanding tahun
sebelumnya yang mencapai USD2,9 miliar.
Jumlah
perusahaan Jepang di Indonesia hingga saat ini lebih dari 1.750
perusahaan, dengan kegiatan usahanya di bidang manufaktur, infrastruktur
dan jasa. Beberapa sektor manufaktur Jepang yang cukup aktif
berinvestasi di Indonesia, antara lain industri otomotif, logam, mesin
dan elektronika.
“Hal
ini lantaran pula didukung dengan banyaknya fasilitas penunjang dalam
menjalankan bisnis di Tanah Air, meliputi deregulasi atau penyederhanaan
kebijakan-kebijakan, pembangunan infrastruktur dan kawasan industri,
serta pemberian insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday,” ungkap Airlangga.
Guna
menggaet investor Jepang, Kemenperin telah menggelar kegiatan Promosi
Investasi Kawasan Industri Indonesia di Tokyo, Osaka, dan Yokkaichi
City, Jepang, pada 13-15 September 2017. Pada kesempatan tersebut,
Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kemenperin
Imam Haryono menjadi pembicara utama.
Menurut
Imam, pembangunan kawasan industri di Indonesia diprediksi meningkat
dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun ke depan. Hal ini seiring
langkah pemerintah mewujudkan Indonesia Sentris, salah satunya melalui
pemerataan pembangunan kawasan industri.
“Kawasan
industri baru yang kami tawarkan, di antaranya berada di pulau Jawa,
yakni Karawang, Bekasi, Majalengka, Tangerang dan Sidoarjo. Sementara
itu, yang tersebar di luar Jawa, antara lain kawasan industri di
Ketapang, Penajam Paser Utara, Deli Serdang, Simalungun, Muaro Jambi,
dan Gorontalo Utara,” sebutnya.
Kerja sama Tiongkok
Sebelumnya,
Menperin telah menyampaikan keunggulan industri manufaktur nasional
kepada delegasi China Council for the Promotion of International Trade
(CCPIT) Shanghai. Delegasi tersebut berencana menyelenggarakan pameran
impor di Shanghai, Tiongkok pada tahun 2018 dan sedang mengukur
kemampuan sektor manufaktur di Indonesia yang potensial untuk dijajaki
kerja sama dengan industri asal Negeri Tirai Bambu.
“Mereka melaporkan, sebagian industri di Tiongkok akan hijrah, dari manufacturing ke sektor jasa. Apalagi labor cost
mereka sudah cukup tinggi, sehingga mereka melihat ada potensi sebagian
pelaku industri Tiongkok akan pindah ke Indonesia,” ujarnya di Jakarta,
Jumat (13/10).
Menperin
menjelaskan, Indonesia telah menyiapkan kawasan industri yang khusus
untuk menampung industri dari Tiongkok. Kawasan tersebut berlokasi di
Karawang dengan luas lahan sekitar 200 hekatre. “Kawasan tersebut akan
mendukung beberapa sektor industri seperti otomotif, elektronika,
sepatu, tekstil, pakaian, dan petrokimia,” sebutnya.
Airlangga
menambahkan, investasi Tiongkok khususnya di sektor otomotif semakin
berkembang pesat. Ada dua pabrik kendaraan asal Tiongkok yang telah
beroperasi dengan nilai investasi sebesar Rp16 triliun dan sudah mampu
menunjukkan hasil penjualannya cukup baik.
“Indonesia bisa menjadi basis produksi dan ekspor yang potensial, selain memiliki domestic market yang sangat besar. Bahkan, value chain industrinya sudah ada,” ungkapnya.
Berdasarkan
catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total investasi
Tiongkok ke Indonesia sepanjang tahun lalu menempati posisi kedua
terbesar dengan nilai USD1,07 miliar. Uang tersebut mengalir ke dalam
negeri melalui 520 proyek.
Airlangga
juga telah menawarkan kawasan industri lainnya, seperti di Tanah
Kuning, Kalimantan Utara. Kawasan dengan luas mencapai 10 ribu hektare
ini akan dijadikan pusat industri berbasis aluminium. Kawasan yang
dilengkapi pelabuhan internasional ini pun akan dibangun Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT)
sebagai modal utama penarik investor.