Senin, 13 November 2017

Produsen Otomotif Nasional Siap Produksi Kendaraan Listrik

Sejumlah produsen otomotif di Indonesia telah siap memproduksi kendaraan listrik untuk memenuhi kebutuhan konsumen serta mengikuti tren masa depan. Hal ini sesuai dengan peta jalan yang disusun Kementerian Perindustrian dalam pengembangan industri otomotif nasional, di mana salah satunya fokus mendorong produksi kendaraan beremisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV).

“Pengembangan teknologi hybrid atau electric vehicle pada kendaraan ini diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus juga mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM),” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika acara Test Drive Mobil Listrik Nissan Note e-POWER di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Senin (13/11).

Menperin menjelaskan, diversifikasi BBM ke arah bahan bakar gas, bahan bakar nabati, atau tenaga listrik sebagai jawaban atas kebutuhan energi di sektor transportasi. Produksi dan penggunaan bahan bakar alternatif ini secara langsung dapat pula menghasilkan aktivitas dan manfaat ekonomi yang inklusif, terutama di daerah yang kaya akan sumber energi tersebut.

Tentunya produksi kendaraan dengan jenis bahan bakar atau penggerak yang lebih ramah lingkungan, menjadi tujuan ke depannya dari pemerintah dan diharapkan dapat dikembangkan industri otomotif dalam negeri,” paparnya.

Airlangga menyatakan, pemerintah menargetkan pada tahun 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan LCEV sudah masuk pasar Indonesia. “Dalam roadmap yang kami kembangkan, LCEV didorong melalui berbagai tahapan,” tuturnya.

Kendaraan hybrid menjadi salah satu tahapannya, karena saat ini infrastruktur untuk stasiun pengisi tenaga listrik belum tersedia. Mobil ini bisa menggunakan dua sumber energi, BBM dan listrik. Untuk itu, produsen perlu lebih memperkenalkan kepada konsumen terhadap teknologi yang diterapkannya.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan mengungkapkan, Indonesia merupakan pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2016, industri otomotif dalam negeri memproduksi sebanyak 1,1 juta unit mobil.

“Aktivitas usaha sektor otomotif mulai dari sektor hulu yang meliputi industri bahan baku dan industri perakitan kendaraan bermotor hingga sektor hilir seperti jasa purna jual dan pembiayaan, sangat besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional,” tegasnya. Oleh karena itu, industri otomotif menjadi salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya sesuai Kebijakan Industri Nasional.

Menurut Putu, dengan kapasitas produksi nasional sebesar 2,2 juta unit mobil per tahun, industri otomotif dalam negeri perlu memaksimalkan potensi tersebut agar memiliki daya saing yang lebih tinggi. Potensi kapasitas produksi ini dapat dimaksimalkan untuk pengembangan produksi kendaraan LCEV serta menggunakan platform yang memenuhi kebutuhan domestik sekaligus permintaan pasar ekspor ke seluruh dunia

“Peningkatan pada utilisasi kapasitas produksi industri dalam negeri, investasi baru dan perluasan, transfer teknologi, penyerapan tenaga kerja, serta Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) merupakan tujuan yang harus kita wujudkan bersama,” ujarnya.

Insentif fiskal
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, yang terpenting bagi produsen otomotif nasional saat ini dalam upaya mempercepat pengembangan dan komersialisasi kendaraan listrik adalah pemberian insentif fiskal. Selain diyakini mampu memacu daya saing produksi lokal di kancah internasional, insentif fiskal ini diharapkan dapat pula membuat harga jual bisa terjangkau oleh kosumen di Indonesia.

“Sekarang para manufaktur sudah punya teknologinya, tinggal diberi insentif. Kalau tanpa insentif, harga mobil listrik bisa lebih mahal 30 persen daripada mobil biasa, karena menggunakan dua engine,” jelasnya.

Menurut Airlangga, pihaknya telah melakukan koordinasi dan pembahasan dengan Kementerian Keuangan terkait pemberian fasilitas insentif tersebut. “Kami berharap bisa segera diselesaikan hingga akhir tahun ini,” ujarnya.

Insentif ini dapat diberikan secara bertahap disesuaikan dengan komitmen pendalaman manufaktur yang telah diterapkan di beberapa sektor industri. “Misalnya, insentif diberikan karena membangun pusat penelitian dan pengembangan untuk komponen motor listrik, baterai, dan power control unit, serta peningkatan penggunaan komponen lokal,” sebut Airlangga.

Oleh karena itu, Kemenperin mendorong agar produsen otomotif di Indonesia aktif melakukan riset dalam pengembangan energi alternatif bagi kendaraan. Misalnya, pemanfaatan pada minyak kelapa sawit dan rumput laut. “Penggunaan bahan bakar biofuel itu menjadi salah satu riset yang harus dilakukan. Apalagi, Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia,” imbuhnya.

Airlangga mencontohkan, di Jepang sudah dijual kendaraan yang berbasis tenaga hidrogen. Teknologi ini semestinya pun bisa diterapkan di Indonesia karena sektor manufaktur di dalam negeri, seperti pabrik pupuk sudah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan gas hidrogen melalui proses gasifikasi batubara. “Kendaraan Ini emisinya juga hampir nol, buangannya dalam bentuk H2O atau air,” ucapnya.

Menperin memberikan apresiasinya kepada PT Nissan Motor Indonesia yang telah mengembangkan mobil listrik Nissan Note e-POWER. Bahkan, Airlangga sempat melakukan test drive mobil tersebut. “Tenaganya powerful karena engine full electric vehicle (EV). Tadi coba sampai kecepatan 80 km/jam.  Kalau dari sisi otomotifnya sudah layak, apalagi dengan EV yang emisinya lebih rendah tentu pemerintah akan dukung,” paparnya.

President Director PT Nissan Motor Indonesia Eiichi Koito mengatakan, sistem penggerak motor listrik atau e-POWER dari Nissan merupakan solusi inovatif untuk mulai memperkenalkan kendaraan bertenaga listrik di Indonesia.

“Nissan menciptakan standar baru dalam pasar kendaraan zero emission melalui kehadiran Nissan LEAF. Teknologi e-POWER akan menjadi jembatan ideal dalam perubahan penggunaan mobil berbahan bakar bensin dan solar menjadi kendaraan listrik seutuhnya. Ini untuk mendukung rencana pemerintah Indonesia terkait elektrifikasi,” terangnya.

Koito menuturkan e-POWER pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 2016. “Sistem penggerak elektriknya diadaptasi dari teknologi Nissan LEAF, yang merupakan kendaraan listrik terlaris di dunia,”jelasnya.