Senin, 18 Desember 2017

Tumbuh 10 Persen, Generasi Milineal Dongkrak Industri Digital

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengajak generasi milenial (generasi yang lahir diantara tahun 1980-an sampai 2000-an) agar terus memanfaatkan peluang dan potensi industri digital di Indonesia. Dalam enam tahun terakhir, industri digital di Indonesia tumbuh 9,98-10,7 persen per tahun, dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional.

“Mulai tahun 2019, industri digital nasional diproyeksikan tumbuh di atas 11 persen per tahun karena seluruh wilayah nusantara akan terhubung oleh jaringan internet,” kata Menperin di Jakarta, Senin (18/12). Hal ini seiring dengan target proyek pembangunan broadband serat optik Palapa Ring yang rencananya rampung pada akhir 2018.

Airlangga melihat, beberapa perusahaan startup e-commerce di Indonesia, perintisnya berasal dari kalangan generasi milenial. Namun, generasi ini perlu didorong agar bisa menentukan strategi jangka panjang supaya bisnis mereka mampu bertahan lama. “Mereka semestinya dipertemukan dalam sebuah ekosistem sehingga komposisinya seimbang berdasarkan generasinya,” ungkapnya.

Berdasarkan riset Michael Page tahun 2016, perkembangan industri digital yang marak belakangan ini di Indonesia, menjadi pemacu tumbuhnya jumlah lowongan pekerjaan di sektor ini hingga 60 persen dalam setahun terakhir. Adapun segmen perusahaan yang diprediksi akan menyumbang lowongan pekerjaan terbesar di sektor teknologi digital ini, antara lain e-commerce, teknologi keuangan (fintech), logistik, dan big data.

Sementara itu, merujuk hasil riset terbaru mengenai investasi usaha rintisan (startup) berbasis digital di Asia Tenggara dari Google dan Temasek yang berjudul "e-Economy SEA Spotlight 2017" yang dirilis pada pekan lalu, dua perusahaan itu menghitung nilai investasi yang masuk ke startup digital Asia Tenggara mencapai USD12 miliar sepanjang 2016 hingga kuartal III tahun 2017.

Dari total dana tersebut, sebanyak 34 persen atau USD4,08 miliar masuk ke Indonesia. Diperkirakan, nilai investasi saat ini semakin besar, mengingat setelah kuartal III/2017 sudah ada dana USD7 miliar yang mengalir ke Asia Tenggara, termasuk ke Tanah Air. Riset ini juga menyebutkan sebagian besar investasi masuk ke startup yang menyandang status Unicorn atau memiliki valuasi lebih dari USD 1 miliar. Keempat Unicorn Indonesia itu adalah Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mencatat, saat ini jumlah perusahaan yang bergerak di sektor jasa industri digital di dalam negeri sebanyak 305 perusahaan dengan beragam jenis core business-nya. Adapun jenis-jenis industri digital yang ada di Indonesia, yaitu industri perbankan, advertising, trading, dailydeals, directory, infrastruktur digital, sistem operasi, mesin pencarian, konsultan IT, marketplace, online retail, payment gateway, dan travel.

Untuk menunjang pengembangan ekonomi digital di Indonesia, menurut Airlangga, pemerintah sedang berupaya untuk menarik lebih banyak minat investor agar menanam modalnya di Tanah Air.  “Berbagai cara dilakukan, dari mulai pembangunan infrastruktur hingga fasilitas perizinan dibenahi agar semakin banyak pelaku bisnis yang berinvestasi di Indonesia,” ujarnya.

Strategi Kemenperin
Menperin pun menegaskan, pihaknya tidak hanya mengajak kepada pelaku industri berskala besar, tetapi juga industri kecil dan menengah (IKM) agar ikut menangkap peluang dalam pengembangan era digital seperti kemajuan teknologi artificial intelligentrobotic, dan 3D printing.

“Pemerintah juga sudah menyiapkan pembangunan Nongsa Digital Park (NDP) di Batam, yang akan menjadi basis sejumlah pelaku industri kreatif di bidang digital seperti pengembangan startup, web, aplikasi, program-program digital, film, dan animasi,” tuturnya.

Sejauh ini, upaya strategis yang telah dilakukan Kemenperin dalam rangka mendorong implementasi ekonomi digital, antara lain melakukan pemilihan sektor industri yang sudah siap untuk di-upgrade secara masif menuju sistem Industry 4.0. Sektor tersebut, di antaranya adalah industri makanan dan minuman, industri elektronik, dan industri otomotif.

“Terkait penelitian dan pengembangan sistem dan teknologi Industry 4.0, Kemenperin telah menjajaki kerja sama untuk melakukan kolaborasi riset dengan Tsinghua University dari China dan Institute of Technical Education (ITE) dari Singapura,” paparnya.

Kemudian, Kemenperin telah mencanangkan program e-Smart IKM dalam rangka mendorong para pelaku IKM nasional agar tidak tertinggal di era digitalisasi yang sedang dihadapi saat ini. Program ini akan memanfaatkan platform digital melalui fasilitasi kerja sama antara IKM dengan perusahaan start-up di Indonesia, khususnya yang bergerak di bidang e-commerce dan perusahaan ekspedisi.

“Manfaat program ini bagi pelaku IKM adalah dapat memperluas akses pasar, mendapatkan promosi online, mengurangi biaya promosi dan pemasaran, serta berkesempatan mendapatkan pembinaan dari pemerintah,” jelas Airlangga.

Menperin meyakini, dengan jumlah populasi yang sangat besar, Indonesia menyimpan potensi ekonomi digital di masa yang akan datang seiring berkembangnya teknologi dan media sosialBerdasarkan data Kepios (September 2017), jumlah populasi di Indonesia mencapai 264 juta jiwa, dan merupakan jumlah populasi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Dari jumlah tersebut, 55 persen merupakan kaum urban yang tinggal di daerah perkotaan yang notabene sudah sangat melek terhadap perangkat – perangkat digital (digital devices).

Adapun penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 133 juta jiwa atau sekitar 50 persen dari total populasi. Sementara pengguna aktif media sosial mencapai 115 juta jiwa atau sekitar 44 persen dari total populasi. Selain itu, penggunaan smartphone sudah mencapai 371 juta atau 141 persen dari total populasi. Artinya, sebagian orang yang menggunakan smartphone berjumlah lebih dari satu unit.

Sedangkan, pengguna media sosial aktif dengan menggunakan ponsel mencapai 106 juta atau 40 persen dari pengguna smartphone terdaftar. “Dengan iklilm seperti itu, perusahaan retail online akan terus bermunculan dan sedikit demi sedikit akan bertransformasi menjadi salah satu sektor penggerak ekonomi nasional,” tutur Airlangga. Dari keadaan tersebut, Indonesia berpeluang menjadi negara ketiga terbesar di dunia setelah China dan Amerika yang memiliki pendapatan dari bisnis online.