Rabu, 26 Oktober 2016

Indonesia Masuk Top 10 Reformers Kemudahan Berusaha

Jakarta 26 Oktober 2016 – Peringkat kemudahan berusaha (Ease Of DoingBusiness) Indonesia naik kelas ke urutan 91 dari urutan 106 (angka ini merupakan koreksi Bank Dunia dari sebelumnya yang menyebut 109). Indonesia juga masuk ke dalam Top 10 Reformers bersama Brunei Darussalam, Kazakhstan, Kenya, dan Belarus. Ini karena Indonesia dinilai berhasil memperbaiki peraturan maupun prosedur pada 7 indikator EODB yaitu starting a business, getting electricity, registering property, getting credit, paying taxes, trading across borders, dan enforcing contracts.
 
Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara BRIC, Indonesia masih berada diatas peringkat Brazil (123) dan India (130). Sedangkan Cina berada di peringkat 78 dan Russia 40.
 
“Indonesia telah berhasil melakukan reformasi yang diselenggarakan berbagai instansi baik di tingkat nasional maupun daerah berupa reformasi kebijakan dan administratif untuk meningkatkan kemudahan berusaha,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Rabu (26/10) di Jakarta, menyambut laporan tahunan Bank Dunia tentang kemudahan berusaha, Doing Business 2017Equal Opportunity for All2017.
 
Salah satu hasil dari upaya perbaikan itu adalah penurunan waktu yang dibutuhkan untuk memulai usaha sebesar 85%, menjadi 24,9 hari (Doing Business 2017) dari sebelumnya 168 hari (DB 2004).
 
Dalam upaya memperbaiki peringkat EODB, pemerintah telah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XII pada 28 April 2016 lalu.
 
Menurut Darmin, perbaikan peringkat EODB ini dapat memperbaiki  iklim usaha di tanah air sehingga investasi diharapkan lebih meningkat, menciptakan lapangan kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
 
Pada EODB 2017 ini, New Zealand berada di posisi puncak, menggeser Singapura ke peringkat 2. Sementara Malaysia peringkat 23, Jepang peringkat 34, Thailand peringkat 49, Brunei peringkat 84, Vietnam peringkat 90.
 
“Meskipun Indonesia sudah melakukan perbaikan pada seluruh indikator EODB, namun masih ada tiga indikator (Dealing with construction permits, Protecting Minority Investors, Resolving Insolvency) yang perbaikannya tidak secepat negara-negara lain. Ini berdampak turunnya peringkat pada tiga indikator tersebut,” jelas Darmin.
 
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya keras melakukan reformasi di bidang kemudahan berusaha pada semua indikator, namun dampak perubahannya belum seluruhnya tercatat dalam survei EODB.
 
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017, peringkat EODB ditargetkan menyentuh angka 30 pada akhir 2019. Karena itu pemerintah akan terus memprioritaskan langkah untuk meningkatkan kemudahan memulai usaha, pengurusan perizinan pendirian bangunan, pendaftaran properti, pembayaran dan pelaporan pajak, penegakan kontrak melalui jalur pengadilan serta proses perdagangan lintas batas (ekspor dan impor).
 
“Pemerintah juga akan melibatkan swasta untuk mengidentifikasi langkah-langkah perbaikan yang perlu diambil dan melakukan pemantauan terhadap efektifitas penyelenggaraan langkah-langkah perbaikan tersebut di lapangan,” tambah Darmin.
 
Selain terus melakukan penyederhanaan dan terobosan agar tercipta iklim usaha yang positif untuk mendorong kegiatan berbisnis di Indonesia, pemerintah juga akan melakukan upaya perbaikan secara lebih terstruktur dan terencana.“Ini merupakan bagian dari program prioritas kementerian/lembaga.”.
 
Pemerintah juga akan membentuk tim yang lebih kuat dan permanen untuk menyusun action plan untuk mencapai target sesuai RKP 2017.